Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, konflik geopolitik di Korea Utara dan krisis kemanusiaan di Myanmar menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyusun asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Dalam RAPBN 2018, target pertumbuhan ekonomi dikerek naik menjadi 5,4 persen pada tahun depan dari target tahun ini yang sebesar 5,2 persen dalam APBN Perubahan 2017.
Sri Mulyani menilai, kedua konflik ini cukup dekat secara geografis dengan Indonesia sekaligus keduanya merupakan negara tetangga Asia, sehingga tentu mampu memberi pengaruh pada perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya konflik geopolitik jauh dari Indonesia tapi kali ini dekat, dengan apa yang terjadi di Korea Utara dan Myanmar baru-baru ini," ujar Sri Mulyani saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) R-APBN 2017! dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (6/9).
Pasalnya, ia menilai kedua konflik tersebut memberikan ketidakpastian kepada perekonomian Tanah Air. Meski, secara pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara (Asean) dipercaya Sri Mulyani akan lebih baik.
Prediksinya, pertumbuhan ekonomi Asean pada tahun depan mampu mencapai 5,2 persen atau tumbuh tipis dari proyeksi sampai akhir tahun ini di angka 5,1 persen.
Sayang, Sri Mulyani belum merinci lebih dalam mengenai dampak kedua konflik tersebut pada pertumbuhan dalam negeri, entah dari sisi perdagangan hingga investasi.
Seperti diketahui, konflik geopolitik di Semenanjung Korea terjadi karena ketegangan antara Korea Utara dan negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir.
Konflik tersebut kian memanas hari ke hari lantaran Korea Utara berani melepaskan rudal ke udara. Sebab, rudal tersebut memicu sentimen negatif terhadap beberapa negara, seperti Jepang yang wilayah udaranya dilalui rudal tersebut.
Hal ini tercermin dengan melemahnya pergerakan saham di bursa Asia, seperti yang terjadi pada Nikkei 225 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu.
Sementara, konflik kemanusian di Myanmar terjadi lantaran adanya sentimen negatif terhadap kelompok muslim Rohingya dari pihak militer dan sebagian penganut Buddha.
Kelompok Rohingya mengaku, tentara Myanmar menyerang mereka dan pemerintah menyalahkan 'teroris Rohingya' yang memicu kekerasan.
Alhasil, kelompok Rohingya mengungsi ke luar Myanmar, di mana sekitar 27 ribu pengungsi telah melintasi perbatasan Bangladesh pada Agustus lalu dan 20 ribu lainnya terjebak di daerah tak bertuan yang memisahkan kedua negara tersebut.