Dee Lestari Minta Ditjen Pajak Beri Kejelasan Pajak Penulis

CNN Indonesia
Jumat, 08 Sep 2017 18:14 WIB
Dewi Lestari meminta kejelasan terkait status pendapatan royalti penulis sebagai penghasilan aktif atau penghasilan pasif karena terkait penghitungan pajak.
Dewi Lestari meminta kejelasan terkait status pendapatan royalti penulis sebagai penghasilan aktif atau penghasilan pasif karena terkait penghitungan pajak. (Detikcom/Gusmun).
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewi Lestari, penulis novel yang dikenal dengan nama pena Dee, meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memberi kejelasan aturan pajak bagi penulis.

Setidaknya ada dua skema pungutan pajak yang ingin diperjelas oleh Dee dari DJP. Pertama, bila pendapatan royalti penulis dianggap sebagai penghasilan pasif, maka seharusnya pungutan pajak bersifat final.

"Setelah penerbit memotong pajak kami, maka selesai urusan," tulis Dee dalam laman Facebook pribadinya, Kamis malam (8/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, bila DJP menganggap royalti penulis sebagai penghasilan aktif, seharusnya keistimewaan pajak sesuai Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) diberlakukan dalam perhitungan setoran pajak penulis.

"Jujur, pilihan pertama lebih menggairahkan bagi saya. Bayangkan, jika para kreator diberi keleluasaan seperti itu, negara benar-benar dapat menghadirkan atmosfer kondusif bagi para penemu dan insan kreatif yang pekerjaannya mencipta, termasuk penulis," kata Dee.

Namun yang terjadi saat ini tidak jelas. Ada beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melihat penghasilan penulis sebagai non-royalti karena pendapatannya pasif.

Dengan demikian, pungutan pajaknya bisa dikreditkan karena dikenakan dua kali atau tidak final, sebesar 15 persen dari royalti dan sisanya dimasukkan sebagai pendapatan tahunan.

Penulis dianggap berpendapatan pasif lantaran dianggap tak mempunyai modal usaha. Padahal, menurut Dee, memang modal penulis tak berwujud, yaitu ide. Namun, bisa saja penulis membukukan segala pengeluarannya untuk menggali ide sebagai modal usaha.

"Penulis mungkin datang hanya dengan membawa sebatang USB atau jilidan draf. Tak ada harganya. Tapi, sebagai pihak yang melalui proses berkarya, bagi saya modal itu tidak kecil sama sekali," tekan penulis novel laris Supernova itu.

Namun, aturan dari DJP Kemenkeu justru menganggap penghasilan penulis itu dari royalti yang diterima dan bersifat pendapatan aktif, sehingga pajaknya final.

Bersamaan dengan pendapatan royalti tersebut, DJP memberi keistimewaan melalui skema penghitungan NPPN sebesar 50 persen. Artinya, pajak royalti 15 persen tak dikenakan atas 100 persen royalti yang diterima penulis, melainkan hanya 50 persen dari total royalti.

Hanya saja, ada beberapa KPP yang tak menerima skema penghitungan NPPN karena asumsi pendapatan pasif tersebut.

Untuk itu, Dee meminta DJP segera memperjelas aturan dan memberikan keadilan kepada penulis. "Tidakkah kesejahteraan penulis adalah bagian dari mimpi besar memperbaiki kondisi literasi bangsa ini?" imbuh mantan penyanyi kelompok perempuan Rida Sita Dewi itu.

"Ketika kerja keras kami menjadi kasat mata di mata pajak, terlepas jadi best seller (penjualan terlaris) atau tidak, kami punya satu bahan lagi untuk dirayakan. Keadilan," pungkasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER