Jakarta, CNN Indonesia -- Penjual ritel ponsel dengan skala kecil nyatanya masih menarik pungutan tambahan kala konsumen bertransaksi menggunakan kartu kredit, atau biasa disebut
surcharge. Padahal, Bank Indonesia (BI) menyatakan telah melarang hal tersebut.
Berdasarkan pantauan
CNNIndonesia.com di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, rata-rata setiap kios penjual ponsel pintar memberlakukan hal tersebut.
Ling, contohnya. Penjaga salah satu kios ponsel ini mengenakan surcharge 3 persen setiap kali ada transaksi yang menggunakan kartu kredit. Adapun,
surcharge ini dikenakan bagi kartu kredit keluaran seluruh bank.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyadari bahwa aturan ini sebetulnya sudah dilarang bertahun-tahun sebelumnya. Namun, ia beralasan, praktik ini harusnya diperbolehkan bagi ritel kecil karena skala usahanya yang tidak sebesar ritel modern.
"Rata-rata kalau di ritel modern kan tidak dikenakan
surcharge, karena
surcharge itu sudah masuk ke dalam harga jual
handphone. Kalau kami kan tidak demikian," ujarnya ketika ditemui di kiosnya, Jumat (8/9).
Lagipula menurutnya, biaya
surcharge itu harusnya tidak membebani konsumen karena biasanya harga ponsel di ritel kecil lebih murah dibanding ritel modern. Ia mencontohkan harga iPhone 7 berkapasitas 128 Gigabyte (GB) yang dibanderol Rp11 juta di tokonya, namun bisa seharga Rp13,8 juta jika dijual di ritel besar.
Jika ada konsumen membeli ponsel di tempatnya, maka pembeli harus mengeluarkan kocek tambahan Rp300 ribu sebagai komponen
surcharge, sehingga nilai akhir ponsel tersebut di angka Rp11,3 juta. Meski begitu, ia mengklaim harga akhir ponsel yang ditawarkan masih lebih murah Rp2,5 juta dibanding ritel besar.
"Mending pilih mana, beli
handphone murah namun hanya kena
charge kecil, atau beli
handphone yang tidak dikenakan
charge tambahan kartu kredit tapi harganya jauh lebih mahal?" ungkapnya.
Setali tiga uang, praktik ini juga dijalankan oleh salah satu penjual ponsel yang enggan disebutkan namanya. Menurut dia, rata-rata kios ponsel di pusat perbelanjaan memungut
surcharge tambahan lewat kartu kredit karena kesepakatan dengan seluruh
merchant.
Namun, hingga saat ini, ia mengaku belum ada konsumen yang mengeluh gara-gara
surcharge sebesar 3 persen ini.
"Kan mereka butuh
handphone dan rata-rata ya penjual begitu semua (menerapkan
surcharge)," paparnya.
Padahal, pelarangan ini sudah diberlakukan sejak Peraturan Bank Indonesia No 11/11/2009 diterbitkan. Menurut pasal 8 beleid tersebut,
acquirer kartu kredit wajib menghentikan kerja sama dengan pedagang yang melakukan tindakan merugikan, termasuk mengenakan
surcharge.
BI menyatakan bahwa larangan tersebut masih berlaku dan berhak untuk menindak bank penyelenggara jasa sistem pembayaran nontunai yang membiarkan pengenaan surcharge diterapkan oleh
merchant yang menjadi mitranya.
"Larangan masih berlaku, tinggal kami melakukan
enforcement dan sosialisasi kepada pengguna kartu dan
merchant," tutur Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityawaswara di kompleks perkantoran BI.