Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Asosiasi Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memperkirakan kinerja industri rokok akan menyusut hingga 3 persen pada akhir tahun ini dikarenakan maraknya rokok ilegal dan aturan cukai rokok.
Anggota Gaprindo yang juga Head of Regulatory Affairs, International Trade, and Communications PT Hanjaya Manda Sampoera Tbk Elvira Lianita mengatakan, industri rokok semakin melemah karena banyak tekanan mendera, baik dari kebijakan pemerintah maupun faktor non-pemerintah.
"Kami memperkirakan industri ini (rokok) turun lagi sebesar tiga persen", ujar Elvira dalam rapat bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu tekanan berasal dari semakin maraknya produsen rokok ilegal. Sejak tiga tahun terakhir, produsen rokok ilegal meningkat tajam dari tiga persen menjadi 14 persen. Hal tersebut dikhawatirkan berimbas pada naiknya target cukai.
Di sisi pemerintah, kebijakan kenaikan cukai rokok memberi tekanan besar bagi produsen rokok. Maklum saja, rokok merupakan komoditas 'seksi' yang menjadi sumber penerimaan negara melalui pengenaan cukai di Indonesia.
Hal serupa disampaikan Ketua Gaprindo Muhammad Moefti. Ia menyampaikan keberatan terhadap munculnya regulasi baru Kementerian Keuangan yang mengakibatkan cukai rokok 2018 naik.
Gaprindo menolak penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 57 tahun 2017 tentang Penundaan Pembayaran Pita Cukai. Pasalnya, beleid itu mengakibatkan pembayaran cukai di 2018 hanya dihitung selama 11,5 bulan, sementara sisa pembayaran dialihkan pada 2019.
Hal tersebut mengakibatkan cukai 2018 naik sebesar 4,8 persen per bulan dari semula hanya 0,5 persen per bulan. Moefti mengkhawatirkan, jika regulasi tersebut dijalankan akan berpengaruh pada volume produksi rokok yang semakin menyusut.
Berdasarkan catatan Gaprindo pada 2016, industri tembakau mengalami tren penurunan. Volume produksi rokok menyusut sebesar dua persen dari semula 348 miliar batang menjadi hanya 342 miliar batang.
Hal itu dinilai akan menurunkan target penerimaan negara yang berasal dari cukai 2016. Padahal, industri tembakau saat ini menjadi kontribusi cukai terbesar bagi negara.
Tahun lalu, industri tembakau memberikan kontribusi sebanyak 97 persen dari total Rp137,9 triliun. Selain itu industri rokok juga memegang posisi ketiga penyumbang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) negara sebesar 10 persen.