Jakarta, CNN Indonesia -- Raut bahagia terpancar di wajah Mahnih (32), petani tembakau di Desa Pijot, Lombok Timur. Lahan tembakau yang menjadi sumber utama penghidupan keluarganya sudah mulai memasuki masa panen.
Mahnih tak memiliki lahan garapan sendiri. Sebagian dari dua hektare (ha) lahan yang digarapnya disewa dari pemilik tanah. Meski demikian, dia mengaku mendapatkan penghasilan yang cukup bagus dari menggarap lahan tembakau.
"Tahun lalu panen saya bagus, dapat lima ton. Itu pendapatan kotornya sekitar Rp160 juta, sewa lahan sekitar Rp10 juta kemudian bayar buruh dan lainnya, jadi bersihnya saya terima sekitar Rp80 juta," ungkap Mahnih ditemui di Lombok Timur, Kamis (7/9).
 Mahnih (kiri) tengah memanen dana tambakau. (CNN Indonesia/Agustiyanti) |
Mahnih mengaku lebih berani menanam tembakau sejak menjalin kemitraan dengan PT Sadhana Arifnusa yang merupakan pemasok tembakau PT HM Sampoerna Tbk, tiga tahun lalu. Sebelum tergabung dalam kemitraan, Mahnih yang sudah menjadi petani selama tujuh tahun, hanya berani menanam tembakau di lahan seluas delapan are.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu itu, dapat Rp70 juta (pendapatan kotor). Tapi memang saat itu oven (untuk mengeringkan tembakau) masih menggunakan minyak tanah yang disubsidi," terangnya.
Ibu dari dua orang anak ini pun kini mengaku tak bingung membiayai sekolah anaknya. Suami yang sempat bekerja di Malaysia sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pun memilih membantu Mahnih bertani tembakau.
Tembakau hanya dapat dipanen satu kali dalam satu tahun, walaupun masa pembibitan hingga panen membutuhkan waktu enam bulan. Untuk itu, saat tidak menanam tembakau, Mahnih memilih menanam padi di tanah miliknya sendiri seluas empat are.
"Tanam padi lumayan untuk tambah-tambah," ungkap dia.
Tak jauh berbeda dengan Mahnih, Muhamad Yani (41), petani yang menggarap 1,8 ha lahan tembakau mengaku pada tahun lalu mendapat penghasilan sekitar Rp50 juta. Tahun ini, panen tembakau pun diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bagus dari tahun lalu.
"Tahun lalu sebenarnya tidak terlalu bagus, tapi tidak banyak jauh beda dari tahun sebelumnya," ungkap dia.
Yani mengaku kesejahteraannya meningkat sejak ikut dalam program kemitraan. Pasalnya, selain diberi pendampingan untuk menghasilkan produksi dengan kualitas yang bagus, seluruh hasil tembakaunya selalu diserap.
"Harga juga bagus, sekarang sekitar Rp40 ribu per kg. Dulu itu sebelum kemitraan, harganya bisa sekitar Rp20 ribu. Paling setiap panen dapat sekitar Rp10 juta per ha," kenangnya.
Manhin dan Yani boleh jadi sudah puas dengan penghasilannya yang diperoleh dari menenam tembakau untuk dipasok ke Sampoerna. Namun, 'untung' kedua petani ini sebenarnya tak seberapa jika dibandingkan laba bersih yang diperoleh perusahaan rokok tersebut tahun lalu yang mencapai Rp12,5 triliun.
Keuntungan tersebut setara dengan pendapatan bersih 250 ribu petani jika setiap petani memperoleh pendapatan seperti Yani. Adapun hingga semester pertama tahun ini, Sampoerna mencatatkan laba Rp6,05 triliun, turun tipis dibanding tahun lalu Rp6,14 triliun.
Saat ini, Sampoerna sendiri telah menjalin kemitraan dengan sebanyak 27.500 dengan 240 ribu ha luas lahan. Kemitraan dijalin secara tidak langsung melalui perusahaan yang memasok tembakau ke perusahaan rokok tersebut.
Leaf Agronomy Manager PT HM Sampoerna Tbk Bakti Kurniawan menjelaskan perusahaan menjelaskan kemitraan antara lain dilakukan sebagai langkah perusahaan untuk membantu mengatasi masalah kekurangan pasokan tembakau di dalam negeri. Saat ini, industri rokok tanah air membutuhkan 340 ribu ton tembakau, sedangkan pasokan domestik baru mencapai sekitar 200 ribu ton.
Melalui program kemitraan, Sampoerna menjamin penyerapan hasil tembakau para petani binaannya selama sesuai dengan standar yang telah disepakati. Para petani binaan juga memeroleh pendampingan teknis seperti informasi dan bimbingan praktik pertanian tembakau yang baik, serta akses permodalan.
"Harga yang diberikan juga bagus. Perusahaan juga tidak sembarangan memberikan harga karen ada minimum harga yang diatur pemerintah. Biasanya itu duduk bersama antara pemerintah, perusahaan, dan petani," terang dia.
Berkat program kemitraan tersebut petani diklaim mampu meningkatkan produktivitas hingga 25 persen, sehingga berdampak langsung pada peningkatan pendapatan petani.
(agi)