Mewaspadai Kinerja Ekspor Usai Rupiah Perkasa

CNN Indonesia
Selasa, 12 Sep 2017 11:13 WIB
Di sisi lain, penguatan rupiah yang terlalu cepat berpotensi menghambat kinerja ekspor non-migas, khususnya produk manufaktur.
Di sisi lain, penguatan rupiah yang terlalu cepat berpotensi menghambat kinerja ekspor non-migas, khususnya produk manufaktur. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir belum akan mengancam kinerja ekspor. Pasalnya, rupiah masih berada di kisaran nilai fundamentalnya dan penguatan tersebut hanya akan terjadi secara temporer.

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR), dalam sepekan terakhir rupiah menguat 1,4 persen ke level Rp13.154 per dolar AS. Secara tahun berjalan, rupiah telah terapresiasi 2,4 persen.

"Rupiah masih mencerminkan fundamental. Meskipun tekanan eksternal cukup besar, tetapi rupiah sepanjang tahun tetap stabil di rentang Rp13.200- Rp13.400 per dolar AS. Selain itu, penguatan rupiah masih wajar," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/9) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut Bhima, penguatan rupiah lebih dipengaruhi oleh sentimen positif berkat kenaikan cadangan devisa yang mencetak rekor US$128,8 miliar per Agustus 2017. Selain itu, investor juga mulai beralih dari investasi pasar saham ke surat utang.

"Pembelian bersih surat utang oleh investor asing mencapai Rp126 triliun sepanjang tahun. Porsi kepemilikan asing pun naik menjadi 39,3 persen dari total surat utang. Efek capital inflow di surat utang membuat rupiah semakin kuat," ujarnya.

Dari sisi eksternal, penguatan rupiah juga diakibatkan oleh dolar yang tengah mengalami tekanan akibat badai Irma dan Harvey dan produksi minyak mentah AS juga mengalami penurunan.

Mewaspadai Kinerja Ekspor Usai Rupiah PerkasaAktivitas perdagangan di pelabuhan. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Bhima memperkirakan, penguatan rupiah masih akan berlanjut hingga akhir minggu ini seiring kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dan hasil rilis survei penjualan ritel Bank Indonesia (BI) yang mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi domestik yang lebih cepat, meskipun Juli masih terjadi sedikit kontraksi. Proyeksi pertumbuhan indeks penjualan riil bulan Agustus diharapkan tumbuh 5,3 persen secara tahunan.

Di sisi lain, penguatan rupiah masih akan tertahan oleh rencana bank sentral Eropa (ECB) mengurangi program stimulus moneternya dalam waktu dekat. Ketidakpastian kenaikan suku bunga acuan AS, FFR, oleh bank sentral AS (The Fed) juga akan berpengaruh ke sentimen asing terhadap rupiah.

"Ada prediksi The Fed tidak akan tidak melakukan kenaikan suku bunga sama sekali hingga akhir tahun ini," jelasnya.

Berpotensi Hambat Ekspor Non-migas

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengungkapkan penguatan rupiah terlalu cepat berpotensi menghambat kinerja ekspor non-migas, khususnya produk manufaktur.

Namun, penguatan terhadap dolar AS tidak hanya terjadi pada rupiah melainkan juga terjadi pada mata uang negara lainnya, terutama di kawasan Asia. Artinya,dampak penguatan rupiah terhadap kinerja ekspor tidak akan terlalu besar.

"Apabila hanya rupiah yang mengalami penguatan di pasar regional, BI diperkirakan melakukan langkah-langkah untuk stabilisasi supaya tetap di level fundamentalnya," jelas Josua.

Menurut Josua, penguatan rupiah dipicu oleh pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama yang terindikasi dari indeks dolar yang melemah. Pelemahan dolar AS merupakan imbas dari turunnya imbal hasil (yield) obligasi negara AS (UST) ke level 2,02 persen pada pekan lalu.

"Penurunan yield UST dipengaruhi oleh membaiknya sentimen risiko di pasar negara berkembang di tengah isu geopolitik di Korea Utara. Selain itu, penurunan yield UST juga disebabkan oleh penguatan mata uang EUR di tengah rencana pengurangan stimulus ECB," jelas Josua.

Penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh foreign inflows pada pasar SUN sebesar Rp128,3 triliun secara tahun berjalan. Berdasarkan kuotasi Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) kemarin, yield SUN seri benchmark bergerak turun 6-13 basis poin apabila dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Mewaspadai Kinerja Ekspor Usai Rupiah PerkasaAktivitas distribusi uang. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Kondisi domestik juga mendukung penguatan rupiah mengingat masih amannya level defisit transaksi berjalan yang masih berada di bawah 2 persen dan besarnya cadangan devisa.

"Namun demikian, ke depannya rupiah masih akan dipengaruhi oleh rencana pengetatan kebijakan moneter dari negara maju seperti AS dan Eropa. Selain itu ketidakpastian terkait isu geopolitik juga dapat mempengaruhi sentimen di pasar keuangan Indonesia," jelas Josua.

Masih Undervalue

Sementara, Ekonom PT Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan meskipun menguat, berdasarkan data kurs efektif riil (real effective exchange rate/REER), kurs rupiah masih undervalue.

Artinya, rupiah masih berada di kisaran fundamental perekonomian dalam hal ini mampu menopang pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan neraca dagang.

"Rupiah rasih di bawah nilai fundamentalnya, kalau berdasarkan Real Effective Exchange Rate," ujar Andry.


Sebagai catatan, REER adalah indeks nilai tukar berbagai negara dengan mempertimbangkan faktor lain seperti tahun dasar, indeks harga konsumen (inflasi) dan pertumbuhan ekonomi di negara yang masuk dalam keranjang (basket) mata uang negara yang diperhitungkan.

Andry memperkirakan rupiah pekan ini masih akan bergerak di kisaran Rp13.115 hingga Rp13.260 per dolar AS yang dipengaruhi oleh investor yang menunggu dirilisnya data neraca perdagangan pada akhir, Jumat (15/9) depan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER