Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) atawa PT Penilai Harga Efek Indonesia mencium pergeseran aset investor asing dari saham menjadi surat utang (obligasi). Asing tercatat beli bersih (net buy) dalam instrumen obligasi sebesar Rp125,71 triliun sejak awal tahun ini sampai 7 September 2017.
Direktur IBPA Wahyu Trenggono menjelaskan, sepanjang pekan pertama September ini, net buy asing tercatat Rp6,37 triliun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah investasi asing di instrumen saham.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut sejak awal tahun hingga 8 September 2017, asing tercatat jual bersih (net sell) hingga Rp6,02 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang ada indikasi perpindahan ke obligasi, ini terlihat juga dari indikator nilai tukar rupiah," ujarnya, Kamis (14/9).
Menurut Wahyu, jika investor asing menjual saham dan keluar dari Indonesia, ada potensi nilai tukar rupiah bakal terjun bebas. Namun, kenyataannya nilai tukar rupiah tetap stabil di level Rp13.000-Rp13.300 per dolar AS.
"Selain peralihan mungkin juga ada investor baru masuk langsung ke obligasi," terang dia.
Keluarnya investor asing dari pasar saham terlihat marak terjadi pada Mei lalu atau setelah Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi oleh Standard & Poor's (S&P).
"Indeks naik, maka asing waktunya panen," imbuhnya.
Selain mengambil untung, momen pemberian peringkat oleh S&P juga dimanfaatkan investor asing untuk mencari instrumen investasi lain yang menawarkan imbal hasil (yield) tidak jauh berbeda dengan saham.
"Obligasi menjadi pilihan yang positif karena inflasi rendah begitu juga yang di global," katanya.
Ia memprediksi, investor asing kembali net buy jelang atau pasca laporan keuangan emiten kuartal III rilis. Pasalnya, tak ada pemanis yang memicu investor asing masuk ke pasar modal saat ini.
"Jadi, saham nunggu momentum," kata Wahyu.
Adapun, rata-rata volume transaksi obligasi pada pekan pertama September naik 10,6 persen dibandingkan dengan pekan sebelumnya menjadi Rp17,2 triliun per hari dari Rp15,55 triliun per hari.
Sementara itu, rata-rata frekuensi harian juga tumbuh 10,39 persen menjadi 1.226 kali per hari dari sebelumnya yang hanya 1.110 kali per hari.