YLKI Mentahkan Biaya Top Up Uang Elektronik

CNN Indonesia
Jumat, 22 Sep 2017 17:52 WIB
YLKI menilai, peraturan terkait biaya top up uang elektronik telah memberikan beban kepada konsumen berupa disinsentif penggunaan uang elektronik.
YLKI menilai, peraturan terkait biaya top up uang elektronik telah memberikan beban kepada konsumen berupa disinsentif penggunaan uang elektronik. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan penolakan terhadap kewajiban pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elektronik.

"Secara filosofis YLKI tidak setuju dengan peraturan BI yang baru karena tetap memberikan beban kepada konsumen yang seharusnya tidak diberikan beban atau disinsentif, tapi diberikan insentif," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi Yusuf di kantornya, Jumat (22/9).

Seperti diberitakan sebelumnya, BI telah menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/10/PADG 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (NPG) pada 20 September 2017 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam beleid tersebut, skema harga uang elektronik untuk transaksi top up dibagi menjadi dua. Pertama, pengisian ulang melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu (on us).

Transaksi ini tidak dapat dikenakan biaya untuk nilai transaksi hingga Rp200 ribu, sedangkan transaksi di atas nilai tersebut dapat dikenakan biaya maksimal Rp750.

Kedua, pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra merchant (off us). Maksimal biaya yang dapat dikenakan, yakni sebesar Rp1.500.

"Sebaiknya peraturan BI ini (PADG 19/10/PDAG 2017) tidak mewajibkan kepada bank untuk memberikan biaya karena bank Himpunan Bank Negara tegas mengatakan bisa tidak memberikan biaya kepada nasabah," kataya.

Jika BI terus mendorong pengenaan biaya top up, Tulus mempertanyakan pihak mana yang dibela BI. Pasalnya, konsumen belum sepenuhnya merasakan manfaat penggunaan uang elektronik.

Misalnya, YLKI menerima pengaduan terkait gerbang tol otomotis yang hanya melayani pembayaran secara elektronik malah menimbulkan kemacetan.

Jika tujuannya untuk mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), konsumen seharusnya mendapatkan insentif dan industri menyiapkan infrastrukturnya.

"BI tidak usah memaksa. Jadi, biarkan kompetisi berjalan. Bagi bank yang akan menerapkan biaya (top up) silakan. Bagi bank yang gratis silakan, sehingga konsumen bisa memilih akan menggunakan bank yang mana," imbuhnya.

Tulus menambahkan, akan memenuhi undangan bank sentral siang ini guna membahas pengenaan biaya top up uang elektronik.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER