Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) berjanji mencari solusi terkait persoalan biaya dalam aturan main isi ulang uang elektronik. Demikian disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Purnomo Wibowo.
“Apa yang dilakukan BI untuk mengedepankan konsumen. Kami akan cari solusi yang terbaik,” ujarnya usai bertemu dengan Ombudsman RI, Rabu (27/9).
Saat ini, tercatat ada dua pihak yang melaporkan keberatan atas rilisnya aturan biaya top up uang elektronik. Mereka adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Lembaga Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Sahid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Ombudsman Dadan Suharmawijaya mengungkapkan, BI menilai aturan transaksi nontunai tidak menyalahi Undang-Undang (UU) tentang mata uang. Pasalnya, UU mata uang menerangkan alat pembayaran yang sah bisa dilakukan dalam bentuk tunai dan non tunai.
"BI masih bersikukuh bahwa uang dalam perspektif Undang-Undang (UU) Mata Uang memang disadari ada uang fisik dan uang currency yang lain, dalam hal ini non tunai," papar Dadan.
Seperti diketahui, aturan biaya top up ini tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/10/PADG 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (NPG). BI membagi aturan pengisian top up menjadi dua.
Pertama, biaya akan dikenakan untuk nilai transaksi diatas Rp200 ribu dengan biaya maksimal Rp750 jika nasabah melakukan top up melalui kanal pembayaran miliki penerbit kartu (top up on us).
Kedua, BI mematok biaya maksimal Rp1.500 bagi nasabah yang melakukan isi ulang melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra (top up off us).
Non Tunai di Gerbang Tol Menyusul beleid tersebut, operator jalan tol PT Jasa Marga Tbk (JSMR) juga akan menerapkan transaksi non tunai 100 persen di setiap gerbang tol pada akhir Oktober 2017 ini. Namun, proses transaksi non tunai telah dilakukan secara bertahap.
Lagi-lagi, Ombudsman meminta agar masyarakat tak dipaksa untuk bertransaksi secara non tunai. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pun diminta tidak memblokir transaksi secara tunai di gerbang tol. Dengan kata lain, operator jalan tol tetap menyediakan gerbang tol yang bisa memberikan fasilitas transaksi tunai.
"Mereka ekspektasi, nanti akan jadi 90 persen non tunai dan 10 persen tunai," terang Dadan.
Selanjutnya, Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi setelah mendengar seluruh pihak yang berkepentingan dalam transaksi non tunai ini dan biaya isi ulang top up.
Secara terpisah, anggota BPJT Kun Cahyo menyebut, pihaknya menargetkan transaksi non tunai di gerbang tol dapat mencapai 60 persen pada akhir bulan ini. Sehingga, transaksi non tunai dilakukan secara bertahap hingga target keseluruhan pada akhir Oktober 2017.
Ia menambahkan, pembayaran melalui non tunai akan meminimalisir proses transaksi di gerbang tol. Menurutnya, transaksi tunai bisa memakan waktu selama lima detik, sedangkan bila dengan uang receh bisa sampai tujuh detik. Apabila ditotal menjadi 12 detik.
"Sedangkan, kalau tap saja hanya 3 detik, jadi mengurangi antrean. Di Jabodetabek hampir semua kapasitas tol itu volume-nya sudah melebihi kapasitas jalan tol," pungkasnya.