Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) mengaku telah menyiapkan mitigasi risiko terhadap penugasan khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Bahan Bakar Minyak (BBM) di seluruh pelosok Indonesia bisa satu harga.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko (PIMR) Pertamina Gigih Prakoso mengatakan, mitigasi tersebut mulai dari kebutuhan pendanaan, risiko, hingga keekonomian yang diharapkan.
"Karena semua proyek harus ada return yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan bisa dicapai," ujar Gigih di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jumat (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayang, Gigih enggan membagi mitigasi secara khusus. Hanya saja, ia memastikan, dengan mitigasi tersebut, tentu alokasi beban tambahan yang harus ditanggung perusahaan, sudah dipetakan hingga jangka panjang.
"Pasti ada beban dari alokasi biaya yang harus ditambah tapi kami pasti sesuaikan dengan kemampuan dan sudah dipikirkan sampai jangka waktu sekian," imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi ingin agar harga BBM di Sabang hingga Papua memiliki angka yang sama sebagai wujud pemerataan dan keadilan bagi masyarakat.
Pertamina telah merampungkan kebijakan BBM Satu Harga di 12 kabupaten yang terdiri dari Pulau Batu di Provinsi Sumatra Utara, Siberut Tengah di Sumatra Barat, dan Kepulauan Karimun Jawa di Jawa Tengah, serta Pulau Raas di Jawa Timur.
Selain itu, Tanjung Pengamus di Nusa Tenggara Barat, Waingapu di Nusa Tenggara Timur, Wangi-Wangi di Sulawesi Tenggara, Moswaren di Papua Barat, Long Apari di Kalimatan Timur, Pulau Halmahera di Maluku Utara, Kabupaten Paniai di Papua, dan Kabupaten Bengkayang di Kalimantan Barat.
Namun, Kementerian BUMN mencatat, dari penugasan reguler untuk distribusi BBM subsidi saja, Pertamina harus menanggung kerugian atas talangan utang pemerintah sebesar Rp12,72 triliun.
"Berdasarkan penugasan untuk BBM sampai 30 Juni 2017 ada sekitar US$957 juta atau sekitar Rp12 triliunan," kata Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, dan Perhubungan Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah.
Kendati telah menyiapkan mitigasi, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat, pemerintah tetap harus mengurangi penugasan para perusahaan sektor energi.
Sebab, cepat atau lambat akan menjadi beban besar bagi keuangan perseroan, seperti yang sebelumnya dikhawatirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberatkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tbk atau PLN.
"Beban BUMN energi ini lebih besar dan rasanya bukan PLN saja. Karena BBM satu harga bagi Pertamina ini juga berat, belum lagi harus menanggung subsidi BBM," kata Bhima.
Untuk itu, revisi penugasan perlu dilakukan. Meski, beberapa penugasan di sektor infrastruktur jalan dan konstruksi justru bisa menjadi stimulus bagi perusahaan pelat merah Karya, seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan lainnya.
"Karena proyek jalan itu risikonya lebih kecil, beda dengan energi yang besar, sehingga aliran dananya pun terbatas. Ujungnya, harus pakai anggaran negara juga tapi ruang fiskal terus sempit," terang Bhima.
Berdasarkan rekam jejak, utang BUMN yang perlu dijamin oleh pemerintah mencapai Rp4.091 triliun. Sedangkan utang pemerintah sendiri mencapai Rp3.825 triliun per semester I 2017.
Sehingga, jumlahnya mencapai Rp7.916 triliun, sekitar 63,8 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada paruh pertama tahun ini.