Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyebut, penurunan cadangan terbukti migas dan investasi hulu migas bukan hanya disebabkan oleh skema cost recovery, tetapi juga oleh proses perizinan eksplorasi lahan itu sendiri.
"Hambatan dalam kegiatan eksplorasi itu perlu dicari solusinya, baik itu dari sisi izin daerah maupun izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," papar Arcandra, Jumat (29/9).
Selain itu, izin KLHK diperlukan untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas (migas) jika ditemukan adanya potensi cadangan migas. Misalnya saja, pihak pengusaha dan penyedia lahan tidak menghasilkan komitmen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (pengusaha) komit tapi ternyata lahan ya tidak bisa," katanya.
Lebih lanjut Arcandra memaparkan, total wilayah kerja (WK) saat ini berjumlah 270, diantaranya 183 WK eksplorasi konvensional dan 87 WK eksploitasi.
Untuk mengatasi sulitnya pembebasan lahan, Arcandra menyebut adanya kemungkinan hal tersebut dilakukan oleh SKK Migas. Namun, proses pendanaan tetap berada di Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Seperti di jalan tol, itu (lahan) yang bebasin negara, tapi biaya dari PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Saya akan eksplor lebih lanjut," tutur Arcandra.
Bila itu terealisasi, maka proses pembebasan lahan bisa dipercepat. Tak hanya itu, keuntungan lainnya juga dari jumlah biaya yang lebih murah jika lahan dibebaskan oleh SKK Migas.
Secara terpisah, ESDM mencatat investasi kegiatan eksplorasi di WK terus menurun sejak 2014. Bila dirinci, total biaya eksplorasi pada tahun tersebut sebesar Rp31,01 triliun. Sementara, tahun 2016 merosot menjadi hanya Rp13 triliun.