Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan rekomendasi terhadap kinerja pengelolaan PT Freeport Indonesia tak masuk dalam klasifikasi force majeur sehingga masih dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan perusahaan.
Saiful Anwar Nasution, Auditor Utama IV BPK menuturkan, rekomendasi yang diberikan kepada ESDM dan Freeport Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I belum masuk dalam klasifikasi
force majeur atau rekomendasi yang tak bisa ditindaklanjuti.
"Jadi nanti enam bulan kami pantau lagi sampai mana rekomendasi yang kami sampaikan ditindaklanjuti. Ini seharusnya bisa ditindaklanjuti," papar Saiful, Selasa (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekomendasi
force majeur umumnya disebabkan adanya perubahan atau penutupan organisasi atau badan yang dimasalahkan dalam pemeriksaan.
Dalam pemeriksaannya, BPK memprediksi, potensi kekurangan penerimaan iuran tetap dan royalti dari Freeport sepanjang 2009 hingga 2015 mencapai US$445,96 juta.
Penyebabnya, iuran tetap dan royalti yang diatur oleh pemerintah menggunakan tarif yang tercantum dalam kontrak karya pada 2014. Nilai itu lebih rendah dan tak disesuaikan dengan tarif yang berlaku saat ini.
Selain itu, BPK juga menemukan lemahnya pengawasan dan pengendalian ESDM dalam pemasaran produk hasil tambang Freeport. Terbukti, saat pemerintah melarang perusahaan mengekspor konsentrat, Freeport tetap menjual hasil tambangnya ke luar negeri sebanyak tujuh
invoice.
Tak hanya itu, Freeport juga belum mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dengan begitu, pemerintah kembali kehilangan potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari penggunaan kawasan hutan.
Dua hal lain yang juga menjadi temuan BPK diantaranya, kelebihan pencairan jaminan reklamasi Freeport sebesar US$1,43 juta yang seharusnya masih digenggam oleh pemerintah Indonesia dan masalah divestasi saham yang tak kunjung usai.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan BPK terhadap Freeport tahun 2013-2015 mengungkapkan 14 temuan yang memuat 21 permasalahan. Dengan demikian, BPK mengeluarkan 8 rekomendasi kepada pemerintah melalui ESDM dan Freeport.
"(Batas waktu) tindaklanjut 6 bulan atau 1 semester," tandas Saiful.
Ia menegaskan, potensi kerugian negara ini belum termasuk dengan indikasi temuan BPK yang dilakukan bersama beberapa lembaga, seperti ITB, IPB, dan Lapan. Khusus dari temuan itu, diproyeksi kerugian negara mencapai Rp185 triliun.