
OJK Sebut Tak Mudah Standardisasi Polis Asuransi
Yuliyanna Fauzi, CNN Indonesia | Rabu, 04/10/2017 17:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tak bisa memukul rata ketentuan dalam standardisasi perjanjian polis bagi seluruh produk perusahaan asuransi. Sebab, OJK tak ingin membatasi bermacam fitur dari masing-masing perusahaan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menilai, pembentukan standardisasi justru lebih rawan lantaran ketentuan yang diatur belum tentu bisa melindungi tiap-tiap fitur yang ditawarkan perusahaan asuransi.
"Memang idealnya semua distandardisasi. Tapi produk itu bisa bermacam-macam, produk keuangan itu tidak harus standarnya sama. Kalau standardisasi agak sulit, bahkan bisa membuat ada yang tidak tercover," ujar Tirta di kantornya, Rabu (4/10).
Ia menilai, OJK sebagai lembaga pengawas lembaga jasa keuangan, hanya bisa melakukan pengawasan pada industri tersebut. Namun, dipastikan Tirta, pengawasan dari OJK ketat dilakukan.
Di sisi lain, ia menilai untuk meminimalisir ketidakpahaman masyarakat, terutama calon pemegang polis, sejatinya bukan melalui standardisasi perjanjian polis. Namun, perusahaan asuransi perlu memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya kepada calon pemegang polis.
"Jadi, walau fitur (polis) beda, dia (perusahaan asuransi) harus menjelaskan sejelas-jelasnya ke konsumen sebelum mereka beli (polis)," terangnya.
Selain itu, calon pemegang polis harus mematangkan informasi perjanjian polis, baik melalui perusahaan penawar polis, perusahaan asuransi lain, pendalaman literasi keuangan secara umum, hingga menggali informasi dari OJK.
Dengan cara itu, diharapkan praktik-praktik yang menimbulkan kerugian bagi pemegang polis tidak terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh nasabah PT Asuransi Allianz Life Indonesia, yang merasa dipersulit pencairan klaimnya.
Pihak Allianz diduga mempersulit proses pencairan klaim dari Ifranius Algadri dengan menambah persyaratan yang tidak ada di buku polis. Salah satunya, soal catatan medis dokter yang harus dikeluarkan rumah sakit.
Menurut pasal 10 ayat 2 dan 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis disebutkan, rekam medis hanya bisa dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien dengan cara mengajukan permintaan tertulis kepada pimpinan rumah sakit.
Dari kasus itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan pembentukan standardisasi perjanjian polis ke OJK. Hal ini agar pemahaman calon pemegang polis sama terkait perjanjian yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan asuransi.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menilai, pembentukan standardisasi justru lebih rawan lantaran ketentuan yang diatur belum tentu bisa melindungi tiap-tiap fitur yang ditawarkan perusahaan asuransi.
"Memang idealnya semua distandardisasi. Tapi produk itu bisa bermacam-macam, produk keuangan itu tidak harus standarnya sama. Kalau standardisasi agak sulit, bahkan bisa membuat ada yang tidak tercover," ujar Tirta di kantornya, Rabu (4/10).
Ia menilai, OJK sebagai lembaga pengawas lembaga jasa keuangan, hanya bisa melakukan pengawasan pada industri tersebut. Namun, dipastikan Tirta, pengawasan dari OJK ketat dilakukan.
Di sisi lain, ia menilai untuk meminimalisir ketidakpahaman masyarakat, terutama calon pemegang polis, sejatinya bukan melalui standardisasi perjanjian polis. Namun, perusahaan asuransi perlu memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya kepada calon pemegang polis.
"Jadi, walau fitur (polis) beda, dia (perusahaan asuransi) harus menjelaskan sejelas-jelasnya ke konsumen sebelum mereka beli (polis)," terangnya.
Selain itu, calon pemegang polis harus mematangkan informasi perjanjian polis, baik melalui perusahaan penawar polis, perusahaan asuransi lain, pendalaman literasi keuangan secara umum, hingga menggali informasi dari OJK.
Dengan cara itu, diharapkan praktik-praktik yang menimbulkan kerugian bagi pemegang polis tidak terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh nasabah PT Asuransi Allianz Life Indonesia, yang merasa dipersulit pencairan klaimnya.
Pihak Allianz diduga mempersulit proses pencairan klaim dari Ifranius Algadri dengan menambah persyaratan yang tidak ada di buku polis. Salah satunya, soal catatan medis dokter yang harus dikeluarkan rumah sakit.
Menurut pasal 10 ayat 2 dan 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis disebutkan, rekam medis hanya bisa dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien dengan cara mengajukan permintaan tertulis kepada pimpinan rumah sakit.
Dari kasus itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan pembentukan standardisasi perjanjian polis ke OJK. Hal ini agar pemahaman calon pemegang polis sama terkait perjanjian yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan asuransi.
ARTIKEL TERKAIT

OJK Tak Bisa Campuri Kasus Allianz karena Masuk Bareskrim
Ekonomi 2 tahun yang lalu
Asuransi Mulai Hitung Estimasi Klaim Bencana Gunung Agung
Ekonomi 2 tahun yang lalu
OJK Lempar Tanggung Jawab Talk Fusion ke BKPM
Ekonomi 2 tahun yang lalu
Mengasah Kemampuan OJK Menyeret Turun Bunga Kredit Bank
Ekonomi 2 tahun yang lalu
Menko Darmin Minta OJK Buat Standar Kredit Bunga Bank
Ekonomi 2 tahun yang lalu
YLKI Sebut Penolakan Klaim Asuransi Jadi Aduan Terbesar
Ekonomi 2 tahun yang lalu
BACA JUGA

Satpam OJK Bunuh Diri Diduga Terlilit Utang Rp22 Juta
Nasional • 28 November 2019 13:58
Satpam Tewas Diduga Bunuh Diri di Kantor OJK
Nasional • 28 November 2019 12:11
Asuransi Tubuh Mahal ala Seleb, Dari Bulu Dada Sampai Sperma
Gaya Hidup • 20 September 2019 19:44
7 Cara Mudah Klaim Asuransi Mobil
Teknologi • 12 June 2019 16:14
TERPOPULER

Trump Kecam Bank Dunia Karena Beri Pinjaman ke China
Ekonomi • 7 jam yang lalu
OPEC Akan Pangkas Produksi Minyak 1,7 Juta Barel per Hari
Ekonomi 11 jam yang lalu
Jokowi Targetkan Tol JORR II Selesai Akhir 2020
Ekonomi 12 jam yang lalu