Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan mencatat, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) per akhir September 2017 mencapai 2 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Dengan asumsi PDB dalam APBNP 2017 mencapai Rp13.613 triliun maka secara nominal defisit anggaran berada di kisaran Rp272.26 triliun.
"Sampai dengan September defisit tetap terkendali di sekitar 2 persen PDB, didasarkan target di tahun 2017 berkisar 2,6 persen hingga 2,9 persen, serta masih sejalan dengan realisasi defisit di periode yang sama tahun 2016," ujar Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolasi melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Senin (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai pembanding, pada periode yang sama tahun lalu, defisit anggaran tercatat sebesar Rp224,3 triliun atau 1,79 persen dari PDB.
Defisit September 2017 juga melebar jika dibandingkan realisasi defisit bulan sebelumnya yang berada di kisaran Rp225,1 triliun, atau 1,65 persen dari PDB
.
Pelebaran defisit anggaran terjadi akibat besarnya pendapatan yang tak bisa mengimbangi derasnya belanja. Total realisasi belanja negara setidaknya telah mencapai Rp1.374,53 triliun atau 64,4 persen dari target APBNP 2017, Rp2.133 triliun.
Askolani merinci, realisasi belanja pemerintah pusat telah mencapai sekitar Rp808 triliun atau 59,1 persen dari target APBNP 2017, Rp1.367 triliun.
Belanja pemerintah tersebut terdiri dari realisasi belanja Kementerian/ Lembaga (K/L) dan non K/L. Realisasi belanja K/L telah mencapai Rp450 triliun atau 56 persen dari target tahun ini.
Capaian tersebut lebih deras dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang ada di kisaran Rp428 triliun atau 55 persen dari target sepanjang tahun lalu.
Kemudian, kucuran belanja non K/L tercatat sebesar Rp358 triliun atau 63 persen dari target APBNP 2017.
Dari sisi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), Direktur Jenderal Perimbagan Keuangan Boediarso Teguh Widodo menambahkan realisasinya telah mencapai 73,9 persen dari target atau sebesar Rp566,53 triliun.
Realisasi TKDD tersebut lebih tinggi dibandingkan akhir September 2016 lalu yang hanya sebesar Rp501,9 triliun atau 64,6 persen dari target kala itu.
Sementara, dari sisi pendapatan negara, Direktur Penyusunan APBN Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyebutkan realisasi per akhir September 2017 (29 September) baru tercapai 63,3 persen dari target APBNP 2017 atau berkisar Rp1.098,95 triliun. Realisasi tersebut berasal dari penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
 Ilustrasi gedung pencakar langit di Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Kemampuan Pemerintah MenentukanEkonom Institute for Development Economic and Finance (Indef), Eko Listianto menilai meskipun ada risiko pelebaran, defisit anggaran hingga akhir tahun bakal tetap terkendali di bawah batas ketentuan Undang-undang Keuangan Negara yang dipatok 3 persen terhadap PDB.
"Perkiraan [defisit APBNP 2017] 2,5 persen terhadap PDB," ujar Eko.
Menurut Eko, peningkatan risiko pelebaran lebih banyak ditentukan oleh kemampuan pemerintah dalam mencapai target penerimaan. Adapun risiko tekanan dari derasnya kucuran belanja di akhir tahun lebih bisa ditangani dengan cara mengerem pengeluaran yang memungkinkan.
Senada dengan Eko, ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memperkirakan defisit anggaran bakal terus melebar hingga akhir tahun namun tetap terkendali.
"Defisit anggaran diperkirakan akan mencapai 2,7 hingga 2,8 persen terhadap PDB," ujar Josua.
Dengan upaya ekstra, lanjut Josua, penerimaan pajak diperkirakan dapat mencapai 85 persen dari target. Sebagai pengingat, per akhir September lalu realisasi pajak baru tercapai Rp770,7 triliun atau 60 persen dari target APBNP 2017.
"Dari sisi penerimaan, pemerintah perlu bekerja ekstra dalam hal penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amensty dan terindikasi mengemplang pajak," ujarnya.
Selain itu, menurut Josua, otoritas pajak juga perlu meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sektor riil, khususnya yang sedang tumbuh positif, misalnya dari sektor minyak dan gas, perdagangan, dan manufaktur.
Sementara, dengan penghematan belanja yang bersifat konsumtif, Josua memprediksi realisasi belanja di akhir tahun hanya akan berkisar 90 hinga 95 persen.
"Mengingat waktu yang relatif singkat, pemerintah perlu memprioritaskan belanja produktif pada kuartal IV tahun ini dan apabila dimungkinkan memangkas belaja K/L yang dapat dihemat," ujarnya.