Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata optimistis sektor pariwisata bisa menyumbang devisa negara terbesar tahun ini, setelah sektor pariwisata mencatatkan devisa mencapai US$17 miliar.
Pendapatan valuta asing itu diperoleh dari kunjungan pariwisata Indonesia yang melonjak, bahkan tercatat paling tinggi dibanding negara lain di Asia Tenggara.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, kunjungan wisatawan mancanagera selama Januari hingga Agustus 2017 tumbuh 25,68 persen. Angka ini tercatat lebih tinggi dibanding Singapura dan Thailand yang masing-masing hanya mencatat pertumbuhan 3,83 persen dan 5,05 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan angka tersebut, devisa Indonesia berpotensi turut naik hingga 25,68 persen dari posisi US$13,57 miliar pada tahun lalu ke angka US$17,05 miliar sampai akhir 2017. Angka tersebut, lanjut Arief, berpotensi mengalahkan sumbangan dari minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang selama ini digadang sebagai kontributor utama devisa negara.
"Nilai devisa CPO itu turun terus. Tahun 2015 angkanya mencapai US$16 miliar namun turun pada tahun berikutnya US$15 miliar. Sedangkan pariwisata bisa tembus US$17 miliar dan bisa jadi nomor satu penyumbang devisa. Ini angka terbesar di tingkat regional," papar Arief di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (18/10).
Meski demikian, capaian devisa ini bukan berarti datang secara instan. Sebab, sejak tahun 2013, pariwisata selalu menjadi peringkat keempat penyumbang devisa negara. Hanya saja, keadaan mulai berbalik tahun lalu ketika pariwisata menjadi kontributor devisa terbesar kedua.
Rencananya, pemerintah ingin agar devisa dari sektor pariwisata bisa menembus angka US$20,74 miliar pada tahun 2019, atau setara dengan Rp28 miliar. Ini sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang mencapai 20 juta di tahun tersebut.
"Dengan rapor seperti ini, rasanya Indonesia tak perlu malu," paparnya.
Ke depan, ia berharap Indonesia bisa meningkatkan devisa dari wisata bahari yang dianggap masih belum optimal karena baru menyumbang 10 persen dari devisa pariwisata atau sekitar US$1 miliar.
Angka tersebut, lanjut Arief, jauh lebih rendah dibanding Malaysia yang memiliki devisa wisata bahari sebesar US$8 miliar. Padahal, Indonesia memiliki luas laut dan garis pantai jauh lebih luas dari negeri jiran tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan 30 fokus lokasi wisata bahari yang terdiri dari 10 wisata pantai, 10 wisata bentang laut, dan 10 wisata bawah laut. Dengan demikian, ia berharap devisa dari wisata bahari bisa meningkat ke angka US$4 miliar di tahun 2019 mendatang.
"Indonesia ini memiliki pantai terpanjang di dunia dengan panjang 95 ribu kilometer dan koral yang terbaik di dunia. Namun sayang, saat ini performansinya sangat buruk dibanding Malaysia," tuturnya.
Sebagai informasi, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia telah menembus 11,5 juta orang, atau naik 10,57 persen dibanding tahun sebelumnya 10,4 juta. Adapun sepanjang Januari hingga Agustus tahun ini, jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia tercatat 9,24 juta.