Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo belum lama ini mengeluh, banyak masyarakat tak mengetahui hasil kerja pemerintah di tiga tahun terakhir. Padahal, salah satu keberhasilan yang patut dibanggakan, menurut
Jokowi, program bunga murah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sebetulnya, bukan tanpa alasan Jokowi menepuk dada bangga. Kredit usaha untuk wong cilik ini memang program lungsuran mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, sejak dicetuskan pertama kali pada 2007 silam, baru dua tahun terakhir bunga KUR bisa layu dari 22 persen menjadi hanya 12 persen.
Saat ini, bahkan bunga KUR berada di level 9 persen dan Jokowi berencana memangkas lagi menjadi 7 persen pada tahun depan. Tetapi, sebetulnya, biaya yang dikeluarkan untuk menurunkan bunga KUR rupanya tak sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam
tiga tahun pemerintahannya, Jokowi telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp20,5 triliun untuk menekan bunga KUR. Masing-masing, yakni sebesar Rp1 triliun pada 2015, Rp10,5 triliun pada 2016, dan Rp9 triliun pada tahun ini.
Tahun depan, pemerintah bahkan mengalokasikan anggaran subsidi bunga program, yang sebagian besar diperuntukkan untuk KUR mencapai Rp18 triliun, naik dari tahun ini Rp13 triliun.
 KUR merupakan program lungsuran mantan presiden SBY. Namun sejak dicetuskan 2007 silam, baru di era Presiden Jokowi, bunganya berhasil diseret turun. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani). |
Melalui penurunan bunga KUR, pemerintah berharap, bunga kredit bank lainnya ikut terseret turun. Dengan demikian, memiliki daya saing setara dengan negara tetangga bisa terwujud.
Di samping itu, dorongan bunga murah juga diharapkan bisa mendorong kredit perbankan yang tengah melemah sejak 2014 yang tercatat sebesar 11,4 persen (yoy). Pencapaian ini jauh berada dibawah tahun-tahun sebelumnya yang selalu berhasil mencetak pertumbuhan di atas 20 persen.
Kini, pertumbuhan kredit bahkan tersisa di kisaran angka satu digit. Padahal, boleh dibilang, kredit perbankan merupakan denyut nadi perekonomian.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution pernah menyebut, satu-satunya langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong bunga kredit turun adalah melalui bunga KUR atau bunga program lainnya. Dengan turunnya bunga KUR, bank diharapkan ikut menyesuaikan bunga kredit lainnya.
Berdasarkan data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) 10 bank besar yang dihimpun CNNIndonesia.com, bunga kredit perbankan perlahan turun dibandingkan posisi Juni 2015 sebelum bunga KUR dipangkas.
Bunga KUR mengalami penurunan sebanyak dua kali, yakni pada awal Juli 2015 dari 22 persen menjadi 12 persen dan pada awal Januari 2017 menjadi 9 persen.
Seiring itu, bunga kredit perbankan juga perlahan turun. Per Juni 2015, suku bunga dasar untuk seluruh segmen kredit 10 bank besar berada di atas 10 persen. Sebagian bank kemudian mulai menurunkan bunga kredit di akhir 2015 dan berlanjut di akhir 2016 hingga September 2017.
Kini, berdasarkan data SBDK akhir September 2017, mayoritas bank besar sudah mematok suku bunga dasar kredit, kecuali pada segmen mikro, di bawah 10 persen.
 Berdasarkan data SBDK akhir September 2017, mayoritas bank besar sudah mematok suku bunga dasar kredit, kecuali pada segmen mikro, di bawah 10 persen. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani). |
Kepala Ekonom
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Samual mengaku, rendahnya bunga KUR banyak memberikan pengaruh pada tren penurunan bunga kredit dan penyaluran kredit mikro.
Saat ini, menurut dia, banyak bank yang sebelumnya mengandalkan kredit mikro dan mematok bunga tinggi tak mampu lagi bersaing dan terpaksa harus mengalihkan bisnisnya.
"Sekarang (sejak bunga KUR rendah) bahkan ada bank yang berani memberikan bunga komersial di kisaran 8 persen. Sekarang ini, persaingannya antar bank ketat sekali," ungkap David.
Ia menjelaskan, beberapa bank besar belakangan cukup kencang menurunkan bunga di segmen-segmen tertentu. Bunga KPR salah satunya.
"Tapi ada anomali, kreditnya tidak banyak terdorong, pertumbuhan outstanding kredit masih dikisaran 8 persen," terang dia.
Ke depan, menurut David, masih ada ruang bagi tren penurunan bunga kredit. Ini seiring belum terefleksinya penurunan bunga acuan Bank Indonesia pada Agustus dan September yang mencapai 50 bps, serta rencana penurunan bunga KUR menjadi 7 persen.
"Tapi, menurut saya, bunga ini bukan satu-satunya. Pemerintah harus mendorong kemudahan bisnis dan akses pasar untuk UMKM. Kalau bunga rendah, pasar nggak ada buat apa nanti jadi macet," jelasnya.
Ekonom LPS Doddy Ariefianto menilai, penurunan bunga kredit yang terjadi sejak paruh kedua 2015 hingga saat ini tak semata didorong oleh bunga KUR. Penurunan bunga kredit menurut dia, lebih banyak didorong oleh menurunnya bunga acuan BI.
"KUR memang mendorong penurunan bunga, tapi lebih pada segmen mikro dan usaha kecil. Kalau secara keseluruhan, bunga kredit turun karena bunga acuan BI turun," katanya.
Ke depan, menurut Doddy, bunga kredit masih berpeluang menurun. Pasalnya, penurunan bunga acuan BI sebesar 50 bps lalu, baru akan terefleksi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Suprajarto menuturkan, instansinya berkeinginan untuk kembali mengerek turun bunga kredit perseroan, khususnya di segmen usaha kecil. Saat ini, menurut dia, rata-rata bunga kredit perseroan pada segmen usaha itu masih berkisar 11 persen.
"Kami ingin turunkan lagi, di segmen kecil. Mungkin, lebih dari 25 bps," ujar Suprajarto di Jakarta, baru-baru ini.
Penurunan bunga kredit tersebut juga seiring dengan penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan Bank Indonesia sebesar 50 bps pada sepanjang paruh kedua tahun ini.
Tak ketinggalan, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk Maryono juga mengaku, tengah mengkaji untuk menurunkan bunga kredit perumahannya. Penurunan bunga kredit, terutama akan dilakukan pada bunga KPR segmen menengah.
"Saya ingin konsentrasi juga untuk kelas menengah, itu (harga rumah) antara Rp300 juta hingga Rp500 juta," terang dia.
Saat ini, diakui Maryono, instansinya memberikan bunga kredit yang rendah pada KPR segmen menengah ke bawah. Bunga tersebut mencakup KPR subsidi, yakni sebesar 5 persen per tahun dan KPR dengan harga rumah di kisaran Rp200 juta di bawah 10 persen.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja mengaku sudah menurunkan lagi bunga kreditnya sejak awal bulan lalu. Penurunan dilakukan berkisar antara 50 hingga 200 bps pada berbagai jenis segmen kredit.
Patok Bunga KUR 7 Persen Kendati bunga KUR saat ini sudah cukup rendah, pemerintah tetap berupaya menurunkan lagi bunga KUR menjadi di kisaran 7 persen.
Rencana tersebut dipastikan Darmin bakal bisa diterapkan pada 2018 mendatang. Kendati demikian, Darmin mengakui pembahasan terkait bunga KUR tak mudah dan masih membutuhkan waktu.
Suprajarto menjelaskan, sejauh ini perbankan belum diajak berdiskusi terkait skema subsidi bunga yang bakal diterapkan pemerintah jika bunga KUR diturunkan menjadi 7 persen.
Ia berharap, pemerintah tak memangkas margin selisih bunga yang diberikan ke perbankan selama ini guna memangkas bunga kredit tersebut.
Berdasarkan skema saat ini, perbankan menerima margin atau selisih bunga dari pemerintah sebesar 10 persen untuk KUR mikro dan 4,5 persen untuk KUR ritel. Saat ini, pinjaman KUR mikro ditetapkan maksimal Rp25 juta, sedangkan KUR ritel maksimal Rp500 juta.
Bukan Tanpa Masalah Kendati menjadi tumpuan pemerintah dalam mendorong perekonomian, khususnya bagi pelaku usaha kecil, penyaluran KUR disebut-sebut masih banyak menyimpang dari tujuan awal pemerintah mengadakan program tersebut.
Berdasarkan data komite KUR, penyaluran KUR hingga akhir September 2017 mencapai Rp69,68 triliun atau sekitar 65 persen dari target penyaluran KUR tahun ini yang sebesar Rp106,6 triliun. Penyaluran KUR tersebut terdiri dari KUR mikro sebesar Rp49,46 triliun, KUR ritel Rp19,99 triliun, dan KUR TKI sebesar Rp225 miliar.
Berdasarkan sektornya, perdagangan masih mendominasi mencapai 55,18 persen. Disusul sekto pertanian dan kehutanan 23,55 persen, jasa-jasa 13,1 persen. Sementara itu, sektor pengolahan hanya mencapai 6,47 persen dan perikanan 1,72 persen.
Penyaluran KUR pun masih lebih banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu ke Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Padahal, pemerintah berkeinginan mendorong penyaluran KUR lebih banyak ke sektor produksi dan ke luar pulau Jawa.
Petrus, pengusaha kopi asal Ambon, awalnya mengaku sempat tergiur dengan tawaran bunga murah program pemerintah tersebut. Namun, Petrus mengaku kesulitan untuk memperoleh akses kredit tersebut, karena baru memulai usaha sangat awal.
"Usahanya masih sangat awal. Jadi, kalau pun pinjam sama bank, bunganya pasti sama dengan yang di koperasi," ungkap Petrus.
Petrus memulai usahanya dengan modal Rp350 juta yang berasal dari pinjaman koperasi. Koperasi dipilih lantaran tak memiliki syarat yang rumit saat mengajukan pinjaman, kendati tetap membutuhkan agunan.
"Sebenarnya, tertarik juga dengan KUR, karena usaha sudah jalan. Tapi baru sebatas tanya-tanya," tutur dia.
Berbeda dengan Petrus, Mahnih, Petani Tembakau di Lombok Timur mengaku sudah menggunakan KUR. Pinjaman KUR sebesar Rp25 juta, diperoleh Mahnih dari BRI digunakan untuk modal menanam tembakau.
"Dapat KUR Rp25 juta, bunganya 9 persen," ungkap Mahnih.
Kendati senang bisa memperoleh bunga Murah, Mahnih mengaku mengagunkan sertifikat tanahnya guna memperoleh pinjaman tersebut. Ia mengaku tak tahu bahwa KUR dapat diperoleh tanpa harus menggunakan agunan.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Suprajarto memastikan dalam menyalurkan KUR, pihaknya tak meminta adanya jaminan. "Saya sudah pastikan ke bawah-bawah, bahwa KUR itu tanpa jaminan," ucapnya.
Darmin pun sebelumnya mengaku akan mempertegas aturan yang tidak mewajibkan bank untuk meminta agunan fisik kepada debitur KUR. Debitur hanya diminta memiliki agunan pokok berupa kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai.