Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyebut belum ada tanggapan positif dari pemerintah terkait unjuk rasa yang dilakukan sejumlah petani terkait ketidakadilan penjualan gula, akhir Agustus lalu.
Ketua APTRI Sumitro Samadikun mengatakan, pihaknya tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan terkait penjualan gula. Padahal, ada beberapa regulasi yang dinilai merugikan petani.
Beberapa hal yang dituntut oleh petani yang tergabung dalam APTRI di antaranya, petani dilarang menjual gula curah langsung ke konsumen. Kini, gula petani hanya bisa dibeli oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) dengan harga yang tidak sesuai modal produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gula petani hanya dijual Rp9.700 per kilo gram (kg). Itu belum memenuhi biaya pokok produksi," ungkap Sumitro kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/10).
Dengan demikian, petani tak mendapatkan untung atas penjualan tersebut. Sumitro menyebut, harga yang sesuai minimal dijual dengan harga Rp10.670 per kg.
Terlebih lagi, harga jual gula di Bulog dari petani sebesar Rp9.900 juga dinilai terlalu tinggi. Dalam hal ini, petani tidak diizinkan untuk menjual lebih tinggi, tetapi untung yang diraih Rp200 oleh Bulog disebut terlalu tinggi.
"Itu keterlaluan, ini namanya memburu petani. Kami disuruh jual Rp9.700 kg tapi pedagang disuruh beli Rp9.900 per kg," jelasnya.
Selain itu, jumlah impor gula yang dilakukan pada awal tahun ini sebanyak 400 ribu ton juga dinilai menghancurkan penjualan gula lokal. Pasalnya, jumlah impor melebihi dari kebutuhan gula nasional.
Ia merinci, kebutuhan gula nasional per tahun sebanyak 2,7 juta ton, sedangkan produksi gula nasional hanya 2,2 juta ton. Namun, dengan tambahan impor gula awal tahun ini maka ada sekitar 1,4 juta ton gula impor.
"Padahal yang kurang hanya 500 ribu ton, kalau seperti ini kan lebih 900 ribu ton. Ini kelebihan bukan main," papar dia.
Terbukti, harga gula impor yang tersisa di Bulog saat ini dijual dengan Rp11 ribu per kg. Padahal, tahun lalu harga gula impor hanya dijual sekitar Rp7.000-Rp8.000 per kg.
Adapun, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan, demo pada akhir Agustus lalu hanya berkaitan dengan penjualan gula yang tidak diserap oleh Bulog karena kualitasnya di bawah standar.
"Bulog beli harus memenuhi standar, yang tidak memenuhi tidak dibeli," kata Oke.
Selain itu, permasalahan penyegelan beberapa pabrik oleh pemerintah juga menjadi masalah yang terus dikaji bersama. Namun, Oke menegaskan, kualitas gula yang tidak sesuai ini bukanlah kesalahan petani.
"Karena kan diproduksi di pabrik, petani serahkan tebu untuk diproduksi," pungkasnya.
Terkait pendapat APTRI bahwa pemerintah tidak menggubris sedikitpun hasil unjuk rasa hingga saat ini dan berencana untuk melakukan aksi lebih lanjut, Oke tidak ambil pusing.