Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross perbankan berada di angka 3,0 persen sampai Agustus lalu. Sementara, NPL net sebesar 1,4 persen.
Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, NPL memang masih di bawah batas BI sebesar 5,0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa risiko kredit bermasalah masih tinggi dan intermediasi yang dijalankan perbankan belum maksimal.
"Sistem keuangan tetap stabil tetapi fungsi intermediasi perbankan masih berjalan lambat," ujar Dody di kantornya, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indikator lain yang menunjukkan intermediasi perbankan masih lambat, sambung Dody, terlihat dari pertumbuhan kredit yang hanya tumbuh tipis. Tercatat, pertumbuhan kredit sebesar 8,3 persen pada Agustus 2017 secara tahunan (
year-on-year/yoy), dari sebelumnya 8,2 persen pada Juli lalu.
Lalu, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan justru menurun, terutama DPK valas. Pada Juli 2017, DPK sebesar 9,7 persen secara tahunan, namun kemudian turun menjadi 9,6 persen per Agustus lalu.
Kemudian, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan cukup tinggi pada level 23,1 persen dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 23,4 persen pada Agustus 2017.
Untuk itu, Dody berharap perbankan bisa mulai menguatkan fungsi intermediasi. Sebab, dari sisi moneter, BI telah menurunkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) dan pelonggaran makro prudensial.
Tercatat, 7DRRR telah diturunkan sebanyak 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen pada Agustus dan September. Sementara pada Oktober ini, BI kembali menahan suku bunga sebagai bentuk antisipasi terhadap risiko ekonomi global.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, NPL gross perbankan sebesar 3,05 persen per Agustus lalu. Sedangkan NPL net sebesar 1,29 persen.