Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai rendahnya literasi keuangan masyarakat sebagai penyebab maraknya korban investasi bodong. Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa waktu terakhir media diramaikan oleh pemberitaan korban investasi bodong mulai dari First Travel hingga Talk Fusion.
"Di Indonesia itu, meskipun belum paham [produk keuangan], mereka [masyarakat] mengeksekusi," ujar Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sardjito di sela gelaran Sun Life Edufair 2017 di Mal Kota Kasablanca, Jumat (20/10).
Berdasarkan survei keuangan OJK tahun lalu, tingkat pemahaman keuangan masyarakat baru 29,7 persen. Namun, meskipun tidak paham, masyarakat berani masuk sebagai konsumen jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu terbukti dari tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia yang sudah mencapai 67,8 persen. Tingkat literasi keuangan perempuan Indonesia juga lebih rendah yaitu hanya 25,5 persen dengan tingkat inklusi 65 persen.
Kondisi itu diibaratkan Sardjito bagai orang yang menyetir kendaraan tetapi belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), sehingga bisa merugikan masyarakat sendiri. Peningkatan literasi menurut Sardjito merupakan hal penting, apalagi pemerintah ingin tingkat inklusi keuangan pada 2019 mencapai 75 persen.
"Kami tidak mau jumlah (inklusi) itu tidak didasari oleh pengetahuan yang memadai,"ujarnya.
Sardjito mengungkapkan, OJK telah berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat setiap tahun. Selain datang langsung untuk menggelar sosialisasi, OJK juga telah mendistribusikan buku berisi informasi tentang produk layanan keuangan ke berbagai sekolah di Indonesia.
Tak hanya itu OJK juga menjadi koordinator Tim Satuan Petugas Waspada Investasi yang secara periodik merilis nama-nama perusahaan investasi yang belum berizin maupun yang dicabut izinnya.
"OJK akan kerja keras untuk mendorong literasi keuangan kemudian inklusinya juga kami dorong," jelasnya.