Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan pendapatan pada 2018 bisa naik 12,81 persen menjadi Rp1,07 triliun dari total proyeksi pendapatan sampai akhir tahun ini sebesar Rp949,74 miliar.
"Proyeksi tersebut karena perkiraan adanya penambahan pada pos pendapatan usaha 14,39 persen," terang Direktur Utama BEI Tito Sulistio saat memaparkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun (RKAT) 2018, Rabu (25/10).
Lebih lanjut, BEI juga memproyeksi biaya usaha pada 2018 mencapai Rp924,04 miliar. Angka itu sudah termasuk biaya pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan asumsi 15 persen dari total pendapatan 2018. Bila prediksi tercapai, maka BEI dapat memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp147,36 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah dikurangi beban pajak Rp46,98 miliar, perkiraan perolehan laba bersih BEI tahun 2018 sebesar Rp100,38 miliar," sambung Tito.
Sementara itu, BEI menaksir dapat membukukan total aset menjadi Rp2,55 triliun pada akhir 2018 mendatang. Angka itu tumbuh 5,74 persen dari proyeksi perolehan aset 2017 yang sebesar Rp2,41 triliun. Kemudian, saldo akhir kas dan setara kas diramalkan mencapai Rp1,31 triliun.
Dari sisi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH), BEI mengasumsikan dapat mencapai Rp9 triliun, naik dari cita-cita tahun ini sebesar Rp7,75 triliun. Optimisme kenaikan ini tak lepas dari kondisi ekonomi dalam negeri yang dinilai stabil dan membaik.
"Meningkatnya eksposur kenaikan peringkat investasi dari lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P;)," jelas Tito.
Tak hanya itu, kenaikan nilai transaksi juga akan ditopang oleh potensi pertumbuhan investor baru, aksi korporasi perusahaan berupa Initial Public Offering (IPO), dan produk BEI yang lebih dimaksimalkan.
"Kemudian kenaikan RNTH juga dipengaruhi mulai beroperasinya PT Pendanaan Efek Indonesia," imbuhnya.
Untuk tahun depan, BEI mengharapkan adanya emiten baru sebanyak 35 emiten. Jumlah itu tidak berubah dibandingkan dengan target tahun ini. Kemudian, target emisi obligasi dipatok 80 emisi obligasi korporasi dan 156 obligasi negara, serta 60 perusahaan publik yang melakukan rights issue.
"Ini dengan mempertimbangkan stabilitas dan peningkatan perekonomian nasional pada tahun 2018," pungkas Tito.