Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memastikan akan mengalokasikan sebagian penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) untuk menambal defisit anggaran
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai 2018.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, seluruh pemangku kepentingan yang terlibat tengah mempercepat kajian kebijakan tersebut, termasuk Kemenkeu dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Nantinya, aturan teknis akan tertuang dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Menteri Kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Segera terbit, bakal di tahun ini karena akan diefektifkan mulai tahun depan," ujar Boediarso kepada CNNIndonesia.com di Kementerian Keuangan, Rabu malam (25/10).
Instruksi Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2007 tentang Cukai menjelaskan, dari 100 persen DBH CHT, sebanyak 50 persen akan digunakan yaitu untuk mendukung perindustrian tembakau.
Sedangkan sisa 50 persen dari DBH CHT itu akan digunakan untuk kebutuhan prioritas daerah. Bila prioritas daerah salah satunya ke bidang kesehatan, maka akan ada beberapa persen yang dialirkan ke bidang itu, termasuk untuk menambal keuangan BPJSK.
Boediarso menyebutkan, setidaknya pemerintah akan mengalokasikan sekian persen dari 50 persen total Dana Bagi Hasil (DBH) CHT yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah.
"Kami belum tahu berapa persen dari 50 persen untuk prioritas daerah itu. Karena kami harus diskusi dulu dengan daerah," kata Boediarso.
Boediarso memberi sinyal bahwa pemerintah pusat akan menetapkan rentang batas suntikan dari DBH CHT ke BPJS Kesehatan. Sayang, ia masih belum bisa memberi proyeksi besaran batasan itu.
"Bisa saja dikasih limit minimal sekian, ada rentangnya. Tapi secara keseluruhan, ini belum pasti," imbuhnya.
Senada, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, belum bisa memastikan besaran porsinya. "Kami mungkin sudah ada angka nominalnya tapi kan kami tidak bisa patok persentasenya. Nanti harus dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing," kata Askolani.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, alokasi penerimaan CHT ke keuangan BPJS Kesehatan hanya perubahan skema saja. Namun, sebenarnya tetap membuat pemerintah harus memberi suntikan pada lembaga peralihan PT Asuransi Kesehatan (Askes) itu.
Bedanya, dulu pemerintah memberikan suntikan ke BPJS Kesehatan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu mengesankan suntikan pemerintah berasal dari pos keuangan umum.
Sedangkan suntikan anggaran dari penerimaan CHT ini membuat pos yang memberi alokasi dana lebih jelas. Dengan begitu, manfaat dari pengumpulan CHT lebih terasa bahwa itu akan disalurkan untuk kesehatan masyarakat.
"Toh, sampai sekarang pemerintah tetap kasih anggaran untuk tutup kekurangan anggaran BPJS Kesehatan. Cuma sekarang dibedakan, dibuat langsung ambil alokasi dari cukai rokok itu," kata Isa kepada CNNIndonesia.com.
Alasan lain, kata Isa, pemerintah menerima usulan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar pemerintah tak lagi menyuntik PMN.
"Makanya kami sudah luruskan, tidak ada lagi PMN. Tempatnya nanti di belanja, masuk dari BUN (bendahara umum negara). Jadi, tidak dialokasikan ke K/L tertentu," pungkasnya.
Seperti diketahui,
defisit anggaran BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapai Rp9 triliun, lantaran ada selisih antara iuran yang didapat dengan biaya manfaat yang harus dikeluarkan perusahaan.
Namun, Kemenkeu memproyeksi bahwa defisit BPJSK hanya pada kisaran Rp3,6 triliun sampai Rp4 triliun sesuai dengan asumsi yang telah dimasukkan ke dalam APBN Perubahan 2017.
(lav)