Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memantau pelemahan industri ritel di berbagai negara, termasuk Indonesia sejak awal tahun ini, akibat pergeseran pola belanja masyarakat dari konvensional ke daring (
online).
"Di Amerika Serikat (AS), Eropa dan lain-lain masih dalam transformasi yang sangat traumatis. Twitter saya sekitar bulan April 2017 marak pusat perbelanjaan di AS tutup semua," papar Kepala BKPM, Thomas Lembong, Senin (30/10).
Melalui pembelian secara
online, maka masyarakat tak perlu lagi menghabiskan energinya untuk mengunjungi pusat perbelanjaan demi membeli sesuatu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih lagi, lanjut Lembong, masyarakat sudah semakin dimudahkan sejak hadirnya transportasi
online seperti Uber, Gojek, dan Grab. Melalui tiga transportasi
online itu, barang yang dipesan akan lebih cepat sampai.
"Saya percaya orang jadi malas dan macet ke tempat seperti Glodok dan lain-lain, mereka hanya tinggal klik-klik, bayar pun
online terus diantar ke rumah," ungkap Lembong.
Meski memang, ia tak menampik jumlah pemain
e-commerce mungkin belum sepenuhnya menguasai pangsa pasar di dalam negeri, tetapi dampaknya akan terasa secara bertahap dan berkali-kali lipat.
"Dampaknya ke pola transformatif bisa sangat besar," ucap Lembong.
Seperti diketahui, isu pelemahan industri ritel sudah terendus sejak awal tahun ini. Beberapa perusahaan menutup beberapa gerainya yang dinilai tidak memberikan keuntungan terhadap kinerja secara konsolidasian.
Misalnya saja, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang baru menutup dua gerainya di kawasan Blok M dan Manggarai. Kemudian, diikuti penutupan gerai Lotus dan Debenhams oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
Kedua manajemen ini kompak beralasan penutupan gerai dilakukan karena gerai tersebut tidak menghasilkan pendapatan sesuai target perusahaan. Dengan kata lain, keputusan itu juga bisa dikatakan sebagai efisiensi perusahaan.
(gir)