Kenaikan UMP 8,71 Persen Sesuai Prediksi Dunia Usaha

CNN Indonesia
Selasa, 31 Okt 2017 12:11 WIB
Toh, asumsi penetapan UMP sudah disosialisasikan dan segera diumumkan, sehingga pelaku usaha bisa mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari.
Toh, asumsi penetapan UMP sudah disosialisasikan dan segera diumumkan, sehingga pelaku usaha bisa mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengisyaratkan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen telah mengakomodir kepentingan dunia usaha. Persentase kenaikan itu mengacu data inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Seperti dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), data inflasi nasional sebesar 3,72 persen dengan pertumbuhan ekonomi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4,99 persen.

Toh, asumsi penetapan UMP sudah disosialisasikan bulan ini dan bakal diumumkan bulan depan untuk diberlakukan mulai 1 Januari 2018. Itu berarti, pelaku usaha bisa mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kepentingan dari pekerja supaya upahnya naik tiap tahun, sudah diakomodasi. Kemudian, kepentingan dari dunia usaha, kalau kenaikan upah itu harus predictable (dapat diprediksi). Kalau tahu-tahu bisa melejit itu bisa mengguncangkan dunia usaha dan berdampak pada tenaga kerja juga,” ujarnya, Selasa (31/10).

Meski demikian, UMP nantinya tetap akan diketok oleh Gubernur masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Adapun di dalam surat edaran tersebut, Hanif hanya mengingatkan Kepala Daerah bahwa kenaikan upah harus berdasar pada asumsi yang diberikan oleh BPS.

Rencananya, masing-masing nilai UMP per Provinsi akan diumumkan pada 1 November mendatang. “Yang menetapkan UMP-nya itu Gubernur sesuai dengan kewenangannya, datanya dari BPS. Itu yang saya informasikan melalui surat edaran. Besok diumumkan,” tuturnya.

Dengan dasar perhitungan tersebut, ia menganggap bahwa kenaikan upah masih dalam batas wajar. Justru, kenaikan upah jangan dibuat berlebihan karena bisa menghalangi pemberi kerja untuk menyerap tenaga kerja baru.

Apalagi, hingga Februari 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) masih tercatat relatif tinggi, yaitu 5,33 persen dari total populasi Indonesia.

“Upah minimum juga harus menjaga kepentingan calon pekerja, mereka-mereka yang masih menganggur yang butuh pekerjaan. Jadi, jangan sampai yang sudah bekerja menghambat mereka yang belum bekerja. Apalagi, di tengah situasi ekonomi seperti saat ini,” pungkas Hanif.

Sekadar informasi, formulasi mengenai upah minimum tercantum di dalam pasal 44 PP Nomor 78 Tahun 2015, di mana upah tahun sebelumnya, inflasi, dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi dua variabel utama penentu upah minimum.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER