Surabaya, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) berambisi mempercepat terwujudnya jejaring aktivitas ekonomi dengan menciptakan rantai pasok barang dan jasa halal atau disebut halal supply chain.
Pasalnya, percepatan pengembangan pasar keuangan syariah tidak akan terwujud tanpa diiringi dukungan dari sektor riil syariah.
Sebelumnya, pangsa pasar keuangan syariah Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan pasar keuangan konvensional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gambaran, berdasarkan data OJK, per September 2017 porsi aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp1.075 triliun atau hanya berkisar 8,09 persen dari total seluruh aset keuangan nasional.
Jika diulik lebih dalam, pangsa perbankan syariah dari total perbankan nasional hanya 5,57 persen. Kemudian, pangsa pasar modal syariah dari total aset pasar modal 14,64 persen. Terakhir, pangsa Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dari total aset IKNB hanya berkisar 4,69 persen.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengibaratkan industri keuangan syariah sebagai bus dan pelaku industri syariah sebagai penumpang. Jika penumpang semakin banyak maka permintaan bus akan meningkatkan.
Pihaknya menyadari, bank sentral tidak akan bisa berhasil mengembangkan sektor keuangan syariah, seperti perbankan, asuransi, dan Lembaga Keuangan Mikro, jika hanya berfokus pada sektor keuangan. Namun, pemberdayaan ekonomi syariah juga harus didorong.
"Jadi tidak boleh hanya fokus pada memperbesar jumlah bis, tetapi juga harus bersamaan dengan memperbesar jumlah penumpang-penumpangnya," tutur Perry di sela gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-4 di Surabaya, Selasa (7/11).
Menanggapi hal itu, BI kini mendorong koordinasi dan kolaborasi antar pihak terkait baik lembaga pemerintah dan pelaku untuk mempercepat terwujudnya halal supply chain.
Terlebih, potensi pasar produk dan jasa halal juga sangat besar mengingat banyaknya jumlah penduduk muslim di Indonesia dan tren gaya hidup halal yang sedang menjamur.
Keberadaan halal supply chain ini yang selama ini membuat negara lain seperti Arab Saudi, Malaysia, bahkan Thailand unggul di industri halal global.
Berdasarkan data Global Islamic Economy (GIE) Indicator 2016-2017, pada tahun 2015, pasar produk halal di Indonesia mencapai sekitar Rp3.000 triliun, dengan 70 persen di dalamnya termasuk produk makanan halal.
Namun, saat ini Indonesia belum menjadi pemain unggulan di industri produk dan jasa halal di tingkat global baik untuk makanan, pakaian, dan pariwisata. Daya saing Indonesia hanya mampu menembus peringkat 10 besar untuk sektor keuangan syariah dan obat-obatan dan kosmetik.
Karenanya, BI berkoordinasi dengan berbagai pihak tengah menyusun Strategi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah, yang tidak hanya fokus pada sektor keuangan tetapi juga sektor riil.
Strategi itu mencakup program-program terintegrasi lintas instansi untuk mendorong terwujudnya halal supply chain di Indonesia. Misalnya, kebijakan di bidang perpajakan maupun konektivitas.
Setelah disusun, BI akan membawa strategi tersebut ke Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diketuai oleh Presiden Joko Widodo.
Di sisi lain, BI juga tetap mendorong pendalaman pasar keuangan syariah seperti dalam hal perluasan variasi instrumen keuangan syariah.
(lav/bir)