Jakarta, CNN Indonesia -- Penyaluran kredit sindikasi infrastruktur sejumlah bank sepanjang kuartal III 2017 tercatat naik dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan berbagai proyek infrastruktur yang dikebut oleh pemerintah.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menjadi salah satu yang aktif menyalurkan kredit sindikasi untuk proyek infrastruktur. Terbukti, jumlah penyaluran kredit sindikasi infrastruktur BNI hingga akhir September naik 23,9 persen.
"Pertumbuhan kredit sindikasi khusus sektor infrastruktur naik, pada September 2017 sebesar Rp35,8 triliun dan September 2016 sebesar Rp28,9 triliun," papar Wakil Direktur Utama BNI. Herry Sidharta kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (8/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Herry, mayoritas kredit sindikasi ini digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik. Sementara, potensi penyaluran kredit sindikasi infrastruktur hingga akhir tahun bisa bertambah sekitar Rp3 triliun-Rp4 triliun.
"Kurang lebih sampai akhir tahun Rp39 triliun," terang Herry.
Namun, bila dilihat secara keseluruhan penyaluran kredit sindikasi dari BNI sendiri tumbuh 22,5 persen. Herry menyebut, perusahaan telah merealisasikan kredit sindikasi sebesar Rp50,8 triliun pada kuartal III 2017, sedangkan sebelumnya hanya Rp41,5 triliun.
"Kemudian secara
year to date (ytd) naik 10,6 persen. Desember 2016 sebesar Rp45,9 triliun," ujar dia.
Selain itu, PT Bank Mandiri Tbk juga mengklaim tumbuh dari sisi pembiayaan infrastruktur secara keseluruhan, baik bilateral maupun sindikasi. Penyaluran kredit untuk sektor infrastruktur tercatat sebesar Rp132 triliun pada kuartal III 2017.
Senior Vice President Corporate Banking 2 Group Bank Mandiri, Dikdik Yustandi mengungkapkan, total penyaluran tersebut tumbuh sekitar 11 persen dari sebelumnya Rp118 triliun.
"Penyaluran itu rata-rata sindikasi lah," tutur Dikdik.
 Pembangunan infrastruktur. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Penyaluran kredit ini terdiri dari berbagai macam proyek infrastruktur, misalnya transportasi, minyak dan gas (migas), dan tol.
Sepanjang tahun ini, lanjut Dikdik, perusahaan menargetkan penyaluran pembiayaan infrastruktur secara keseluruhan bisa tumbuh sekitar 20 persen hingga 30 persen dari akhir tahun lalu yang sebesar Rp131 triliun.
Selanjutnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengemukakan total oustanding kredit infrastruktur hingga akhir tahun sebesar Rp25 triliun-Rp26 triliun. Manajemen mengklaim, sebagian besar atau lebih dari 50 persen merupakan bagian dari kredit sindikasi.
Senior Vice President Corporate Banking BCA Yuli Melati Suryaningrum menuturkan, sebesar 30 persen dari nilai outstanding tersebut disalurkan untuk proyek pembangkit listrik.
"Kalau proyek tol belum banyak penarikan," kata Yuli.
Lebih lanjut, Yuli menyatakan, peluang untuk pemberian kredit di sektor infrastruktur begitu besar. Maka dari itu, perbankan harus berbarengan dalam memberikan fasilitas tersebut.
"Kalau mau besar kan harus atur nafas juga, jadi makanya bareng-bareng," ujar Yuli.
Kemudian, manajemen The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd (MUFG) juga mengaku telah aktif memberikan kredit sindikasi di sektor infrastruktur sejak 1,5 tahun terakhir.
Head of Global Corporate Banking and Financial Institution MUFG Pancaran Affendi menyatakan, hingga akhir September perusahaan telah memberikan fasilitas kredit sindikasi infrastruktur sekitar Rp3 triliun-Rp4 triliun.
Pancaran menjelaskan, jumlah penyaluran kredit tersebut tumbuh dibandingkan sebelumnya tetapi tidak sampai 10 persen. Maka dari itu, ia berharap, kredit sindikasi infrastruktur bisa tumbuh
double digit pada tahun depan.
"Untuk sampai akhir tahun ini (2017), kami enggak memiliki spesifik target sebenarnya. Kami coba ikut setiap transaksi infrastruktur yang ada," kata Pancaran.
Empat perusahaan ini kompak mengatakan, rasio kredit bermasalah (
non performing loan/NPL) untuk kredit sektor infrastruktur tidak menjadi kekhawatiran bagi manajemen.
Pasalnya, baik BNI, BCA, dan MUFG mengaku rasio kredit bermasalah sektor infrastruktur nol persen hingga saat ini. Sementara, Bank Mandiri menyebut rasio kredit bermasalah masih ada tetapi bukan menjadi persoalan.
"Kalau di infrastruktur relatif tidak besar, dibawah 1 persen. Sampai sekarang tidak ada masalah," kata Dikdik.
(gir)