Pemerintah Tak Perlu Bikin Aturan Baru Dana Zakat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Sabtu, 11 Nov 2017 22:46 WIB
Pemerintah tak perlu menerbitkan kebijakan baru untuk mendorong penggunaan dana sosial keagamaan untuk mendukung pembangunan infrastruktur.
Pemerintah tak perlu menerbitkan kebijakan baru untuk mendorong penggunaan dana sosial keagamaan untuk mendukung pembangunan infrastruktur. (REUTERS/Beawiharta).
Surabaya, CNN Indonesia -- Pemerintah tak perlu menerbitkan kebijakan baru untuk mendorong penggunaan dana sosial keagamaan untuk mendukung pembangunan infrastruktur.

Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam gelaran Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) ke-4 di Surabaya, Jumat (10/11).

"Kami tak harus terburu-buru menciptakan aturan baru, tetapi lebih fokus dalam utilisasi dari yang sudah ada. Artinya, instrumen yang ada itu yang didorong," tutur Bambang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Bambang, hal yang perlu dilakukan adalah mendorong pelaku usaha untuk berinisiatif memanfaatkan instrumen yang sudah ada. Misalnya, menerbitkan instrumen sukuk dengan penjaminan aset wakaf yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur sosial.


"Kami mendorong inovasi-inovasi seperti itu. Jadi, akan lebih baik jika membiarkan pasarnya yang bergerak. Jangan pemerintah terlalu mengatur," ujarnya.

Selain itu, menurut Bambang, pelaku usaha akan sendirinya tertarik untuk menggarap potensi pendanaan pembangunan dari dana sosial masyarakat jika sudah melihat contoh implementasi yang berhasil.

Pekerjaan rumah pemerintah adalah menggaungkan potensi dan keberhasilan implementasi yang ada.

Pemerintah juga terus berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengoptimalkan penggunaan dana sosial keagamaan untuk pembangunan infrastruktur sosial. Contohnya, infrastruktur terkait pendidikan dan kesehatan.


Baznas, misalnya, telah berkomitmen untuk mendukung pembangunan yang sejalan dengan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) dan pengentasan kemiskinan, misalnya untuk pembangunan saluran air bersih dan sanitasi. Pada 2015, cakupan akses air bersih dan sanitasi layak sekitar 70,97 persen.

Padahal, pada 2019, akses air bersih dan sanitasi ditargetkan mencapai 100 persen. Untuk mencapai target tersebut, kebutuhan dana yang diperlukan mencapai Rp 275 triliun.

Sementara itu, pemerintah, baik pusat dan daerah hanya mampu membiayai sekitar 70 persennya. Sisa pendanaan lainnya diharapkan bisa berasal dari swasta, termasuk dana sosial keagamaan, menggunakan skema pembiayaan infrastruktur non APBN (PINA).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan dukungannya dengan menandatangani fatwa MUI nomor 001/ MUNAS-IX/MUI/2015 tentang pendayagunaan dana sosial keagamaan untuk pembangunan sarana air minum dan sanitasi.

"Paling penting adalah koordinasi dengan pemerintah sehingga jelas menyasar [proyek] mana. Nanti zakat memperkuat atau zakat menutupi apa yang belum bisa pemerintah tutupi," ujarnya.

Potensi dana sosial keagamaan sendiri sangat besar di Indonesia. Berdasarkan data Baznas, tahun lalu zakat yang terkumpul sekitar Rp5 triliun atau hanya 1 persen dari potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp217 triliun.

Dari sisi wakaf, BWI mencatat total aset tanah wakaf di Indonesia mencapai 4,2 miliar meter persegi. Secara nominal, luas tanah itu setara dengan lebih dari Rp2 triliun (asumsi harga tanah Rp500 ribu per meter persegi). Sayangnya, utilisasi aset wakaf secara produktif baru sekitar 10 persen. Sementara, 90 persen lainnya menjadi aset menganggur (idle asset).

(lav/vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER