Jonan 'Kejar' Amandemen 18 Kontrak Tambang Sebelum 2018

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Rabu, 15 Nov 2017 09:44 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan telah mengamandemen 13 kontrak tambang dengan penerimaan sebesar US$68 juta atau Rp920,85 miliar.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan telah mengamandemen 13 kontrak tambang dengan penerimaan sebesar US$68 juta atau Rp920,85 miliar. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menargetkan 18 kontrak Perjanjian Karya Kerja Sama Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang tersisa bisa diamandemen sebelum akhir 2017.

Menurut dia, pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk mengamandemen sebanyak 18 kontrak PKP2B lagi. Hal itu seharusnya dilakukan sebelum penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Pemerintah (RKAP) 2018.

"Ada 18 lagi, saya harapkan sampai akhir tahun ini sudah selesai. Sesuai amanat UU Mineral dan Batu Bara (Minerba)," imbuh mantan Menteri Perhubungan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pemerintah masih menyisakan 18 kontrak yang harus diamandemen lantaran ada sejumlah masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Misalnya, masalah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak daerah, hingga retribusi daerah yang diterapkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku (prevailing law).

"Ini masih kami bicarakan bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)," pungkasnya.

Sampai saat ini, total kontrak yang sudah diamandemen sepanjang 2017 tercatat berjumlah 37 kontrak. Angka itu termasuk amandemen 13 kontrak PKP2B yang baru berlangsung Selasa (14/11) kemarin.

Dari 13 kontrak tersebut, Jonan memastikan negara berhasil mengantongi penerimaan sebesar US$68 juta atau sekitar Rp920,85 miliar (berdasarkan nilai tukar rupiah Bank Indonesia sebesar Rp13.542 per dolar Amerika Serikat).


"Penerimaan negara meningkat US$68 juta, ini semata-mata karena amanat UU (Undang-undang) untuk bisa meningkatkan penerimaan negara," ungkapnya.

Setelah kontrak PKP2B diamandemenkan, Jonan berharap agar para perusahaan kembali melanjutkan jaminan pasca tambang sesuai dengan komitmen, yaitu tetap memberi perhatian pada isu lingkungan hidup.

"Kalau sudah ditandatangani, jaminan pasca tambang juga diurus. Kalau tidak, dibalikin (amandemennya). Kalau tidak diurus, generasi selanjutnya mendapat masalah lingkungan hidup yang semakin besar," katanya.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menambahkan, melalui amandemen ini, pemerintah melakukan perubahan pasal sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Dia menggambarkan, dari generasi I ada 17 pasal yang diamandemen dan satu pasal tambahan. Dari generasi II, ada 30 pasal dengan dua pasal diamandemen. Generasi III, dari 30 pasal jadi 23 pasal yang diamandemen.


"Ini terkait wilayah perjanjian, penerimaan negara, kewajiban operasi, dan peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)," kata Bambang.

Ia merinci, 13 kontrak PKP2B ini tersebar di berbagai provinsi, mulai dari Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, hingga Kalimantan Timur.

Kontrak itu juga berasal dari tiga generasi perjanjian kontrak. Pertama, generasi I sebanyak 4 kontrak PKP2B yang berasal dari PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Berau Coal, dan PT Kideco Jaya Agung. Kedua, dari generasi II sebanyak satu kontrak dari PT Barasentosa Lestari.

Ketiga, dari generasi III sebanyak 8 kontrak PKP2B yang berasal dari PT Intitirta Primasakti, PT Juloi Coal, PT Kalteng Coal, PT Lahai Coal, PT Maruwai Coal, PT Pari Coal, PT Ratah Coal, dan PT Sumber Barito Coal.

Kemudian, dari 4 kontrak PKP2B generasi I, penerimaan pemerintah yang berasal dari penerimaan iuran berhasil meningkat dari US$1 per hektar (ha) menjadi US$4 per ha. Lalu, Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB) diterima sebesar 13,5 persen secara tunai dari sebelumnya dalam bentuk batu bara.

Adapun hal ini juga didapat pemerintah dari satu kontrak generasi II dan delapan kontrak generasi III. Namun, kelebihan penerimaan dari generasi I juga berasal dari iuran pembangunan daerah (IPEDA) yang meningkat secara signifikan dari kondisi pertambangan yang sudah ada.

(lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER