ANALISIS

Menerka Nasib Industri Bekasi-Karawang di Tengah Upah Tinggi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 23 Nov 2017 12:48 WIB
Upah minimum di Bekasi dan Karawang yang cukup tinggi, disebut akan membuat industri yang sensitif terhadap upah memilih mencari lokasi produksi lain.
Upah minimum di Bekasi dan Karawang yang cukup tinggi, disebut akan membuat industri yang sensitif terhadap upah memilih mencari lokasi produksi lain. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penetapan upah minimum menjadi hal yang ditunggu-tunggu kaum pekerja menjelang akhir tahun. Sejak 2015, Indonesia pun akhirnya memiliki formulasi dalam menetapkan upah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Hasilnya, rata-rata Upah Minimum Upah Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2018 ditetapkan naik sebesar 8,71 persen.

Berdasarkan provinsi, upah minimum tertinggi memang didapuk provinsi DKI Jakarta sebesar Rp3,65 juta. Namun, berdasarkan kabupaten/kota, upah minimum tertinggi berada di Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi yang mencapai Rp3,9 juta, padahal UMP Jawa Barat sendiri masuk dalam lima provinsi dengan upah minimum terendah yakni sebesar Rp1,54 juta.

Kenaikan upah tersebut, disebut pemerintah telah sesuai dengan PP Nomor 78 dengan rata-rata kenaikan sebesar 8,71 persen. Presentase kenaikan tersebut, berasal dari akumulasi data inflasi nasional sebesar 3,72 persen ditambah angka pertumbuhan ekonomi 4,99 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gubernur sendiri diberikan ruang untuk menetapkan kenaikan UMP maupun UMK di atas persentase tersebut, berdasarkan rekomendasi dari bupati atau walikota dan pertimbangan dari dewan pengupahan provinsi. Hal itu juga harus berdasarkan pemenuhan kebutuhan layak dengan mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Lima provinsi dengan upah tertinggi dan terendah di 2018Lima provinsi dengan upah tertinggi dan terendah di 2018 (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)
Sesuai ketentuan, UMK yang ditetapkan harus lebih tinggi dari pada UMP di provinsi yang bersangkutan. Adapun besaran kenaikan UMK di Bekasi dan Karawang disebut ditetapkan berdasarkan rekomendasi bupati/walikota terkait. Kendati demikian, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif, seperti dikutip Antara, menyebut kenaikan UMK pada 11 kota/kabupaten di Jawa Barat, termasuk Kota Bekasi masih di bawah usulan asosiasi pekerja.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai, UMK Bekasi dan Karawang untuk tahun depan terlalu tinggi. Bahkan, besaran upah tersebut berisiko mematikan industri dan membuat pelaku usaha hengkang.Terlebih, perekonomian nasional masih belum sepenuhnya pulih.

Kekhawatiran Hariyadi beralasan. Terbukti, kata Hariyadi, beberapa perusahaan di Bekasi dan Karawang sudah ada yang pindah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, atau menutup pabriknya di Indonesia dan beralih ke negara lain.

Secara teori, jika beban upah membengkak maka profit perusahaan bisa tergerus hingga merugi. Untuk mempertahankan profit, dengan asumsi komponen lain tetap, perusahaan bakal menyesuaikan jumlah tenaga kerja, biasanya dengan memutuskan hubungan kerja atau memperlambat penyerapan tenaga kerja baru. Perusahaan juga bisa melakukan efisiensi di pos beban lain atau menaikkan harga jual.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal menilai, tingginya upah di Bekasi dan Karawang merupakan sesuatu hal yang wajar mengingat keduanya merupakan sentra industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Kedua kawasan tersebut juga dekat dengan ibu kota.

Kenaikan UMK, lanjut Faisal, dengan sendirinya akan menyeleksi jenis industri yang akan bertahan. Otomatis, industri-industri yang sangat sensitif terhadap upah, seperti alas kaki dan tekstil, akan mencari lokasi lain.

"Upah itu tidak terlepas dari sektor industri apa yang ada di sana. Memang, kalau Bekasi dan Karawang ini kan banyak sektor otomotif dan elektronika yang memang dari sisi produktivitas industrinya lebih tinggi dan profitabilitasnya lebih tinggi sehingga mengerek upah yang lebih tinggi," ujar Faisal kepada CNNIndonesia.com, dikutip Kamis (23/11).

Seiring berjalannya waktu, meningkatnya kebutuhan tenaga kerja dari masuknya industri baru bakal meningkatkan upah pekerja di lokasi baru tersebut. Ia pun menilai, pelaku usaha sebenarnya lebih mementingkan adanya kepastian kebijakan yang sebenarnya telah diberikan oleh formula kenaikan upah yang tercantum dalam PP78/2015.

Kalaupun terjadi perbedaan pandangan antara pelaku usaha yang merasa upah minimum di Karawang dan Bekasi terlalu tinggi dan pekerja yang merasa terlalu rendah, hal itu pun menurut dia, wajar terjadi. Pasalnya, pekerja pasti selalu menginginkan upah yang setinggi-tingginya. Sebaliknya, pemberi kerja ingin upah bisa ditekan.

Senada dengan Faisal, Peneliti Institute For Development Of Economics And Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga tidak mempermasalahkan tingginya UMK Karawang dan Bekasi yang melampaui UMP ibu kota.

"Rumusan (kenaikan UMK) inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi sudah sesuai dengan ketentuan, sehingga seharusnya tidak perlu ada isu untuk (industri) pindah," ujarnya.

Namun, Eko mengingatkan, kebijakan upah bukanlah satu-satunya faktor yang membuat pelaku usaha betah di satu lokasi. Faktor lainnya bisa berasal dari keamanan, minim demo pekerja, ketersediaan infrastruktur, dan pengurusan izin.

Oleh karena itu, Eko pun mengimbau pemerintah terus melakukan pembenahan. Jangan sampai, pelaku industri yang hengkang dari Bekasi dan Karawang pindah ke lokasi di luar Indonesia seperti Vietnam dan Myanmar.

Pemerintah sendiri tidak memandang negatif tingginya UMK Bekasi dan Karawang. Pemerintah pun belum ada rencana untuk segera merevisi formula kenaikan upah dalam PP78/2015.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, kenaikan UMK Bekasi dan Karawang sudah sesuai aturan yang dahulu telah disepakati oleh pemerintah dan perwakilan dunia usaha dan pekerja. Untuk itu, baik dunia usaha dan pekerja harus konsisten menerimanya.

"Kan, kenaikannya relatif sesuai dengan PP78/2015, berarti sudah dari dulu bukan sekarang-sekarang saja persoalan itu,"ujar Darmin.

Kalaupun perusahaan memilih hengkang dari Bekasi dan Karawang, Darmin tak mempersoalkan. Menurut Darmin, perusahaan bebas memilih lokasi untuk menjalankan usaha sesuai kemampuannya.Pemerintah sendiri telah menyediakan berbagai kawasan industri di seluruh Indonesia, tidak hanya di Bekasi dan Karawang.

Kebijakan upah erat kaitan dengan kemampuan masyarakat untuk mendapatan penghidupan yang layak. Hal ini juga berpengaruh pada daya beli yang berujung pada tingkat konsumsi masyarakat.

Di sisi lain, kebijakan upah juga berpengaruh terhadap jalannya aktivitas usaha, yang bisa mempengaruhi keputusan perusahaan untuk berinvestasi di suatu tempat. Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan upah agar optimal. Jangan sampai, keuntungan di salah satu pihak bakal merugikan pihak lain sehingga secara agregat bakal berdampak negatif terhadap perekonomian. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER