Ditjen Pajak Perlu Tarik Ulur Pelonggaran Kebijakan

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 24 Nov 2017 12:26 WIB
Direktorat Jenderal Pajak diminta tidak terus menerus berbaik hati kepada Wajib Pajak dengan melonggarkan kebijakan karena kepatuhan pajak akan semakin rendah.
Direktorat Jenderal Pajak diminta tidak terus menerus berbaik hati kepada Wajib Pajak dengan melonggarkan kebijakan karena kepatuhan pajak akan semakin rendah. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan diminta tidak terus menerus berbaik hati kepada Wajib Pajak (WP) dengan melonggarkan kebijakan, karena berpotensi menyebabkan tingkat kepatuhan pajak jadi semakin rendah.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini Indonesia melakukan pendekatan lunak dengan WP melalui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).

Langkah itu kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 tahun 2017, di mana WP yang tidak melaporkan tambahan hartanya di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) bisa bebas sanksi selama tidak diketahui DJP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia berharap, setelah ini pemerintah tidak lagi memberi keleluasan kepada WP untuk meningkatkan pajak. Namun, menjelang tahun politik, ada baiknya kebijakan yang ditempuh juga tidak bersifat agresif.

“Dalam banya skala, berbagai kebijakan ini jadi tantangan. Saya harap, PMK 165 tahun 2017 ini merupakan yang terakhir untuk memberikan kesempatan kedua kepada WP. Ini sebaiknya tidak diberikan lagi dalam waktu dekat, kalau tidak, akan ada persepsi bahwa pemerintah memberikan amnesti yang permanen," ujar Yustinus di Manado, Kamis malam (24/11).

Ia melanjutkan, DJP merupakan salah satu instansi yang bersinggungan dengan penegakan hukum (law enforcement). Hanya saja, wewenang DJP terbilang lemah dibanding instansi lain yang punya hak untuk menuntut atau menindak pihak yang ketahuan melanggar hukum.


Dengan demikian, menurutnya, pemerintah harus tegas dan tidak lagi memanjakan WP. Ia tak ingin Indonesia seperti Argentina yang mengadakan sembilan kali pengampunan pajak dalam 13 tahun, di mana kebijakan tersebut sama sekali tak berhasil meningkatkan kepatuhan pajak.

“Melihat kasus Argentina, di sana ada persepsi bahwa kesempatan kedua akan selalu datang di tahun berikutnya dan begitu terus,” paparnya.

Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa bersikap adil dalam membuat kebijakan perpajakan. Salah satu caranya adalah dengan mengapresiasi yang sudah patuh pajak melalui tax amnesty dan menganalisis kemungkinan harta yang tidak dilaporkan oleh WP yang tidak ikut tax amnesty. Apalagi, peserta tax amnesty berhak menuntut DJP untuk tegas kepada WP yang tidak patuh pajak.

Kendati demikian, langkah ini memerlukan analisis yang mendalam agar tidak menimbulkan demotivasi bagi WP untuk membayar pajak. Ini diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan publik, di mana faktor tersebut adalah kunci utama dalam meningkatkan kepatuhan pajak.

“Analisis data perlu dilakukan secara mendalam sehingga tidak menimbulkan discourage bagi WP. Kami harap, ada satu atau dua kasus besar yang diusut sampai tuntas pasca tax amnesty. Selain itu, sebagai contoh, beberapa negara gunakan Panama Papers untuk diselidiki demi meningkatkan kepercayaan publik,” ungkapnya.

Sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (tax ratio) berada di angka 9,72 persen. Angka ini memburuk dibanding 2016 yakni 10,4 persen.

(lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER