Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi ekspor konsentrat dan lumpur anoda per Oktober 2017 hanya sebesar 2,94 juta wet metric ton (WMT). Realisasi tersebut berasal dari rekomendasi ekspor yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM sebanyak 8,51 juta WMT kepada tujuh perusahaan tambang mineral olahan.
Pemberian izin ekspor tersebut sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian diatur lagi melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017.
"Ekspor kalau tidak terealisasi, tidak ada sanksi, yang ada sanksi itu kalau pembangunan (smelter) tidak sesuai rencana," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Rabu (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dirinci, realisasi ekspor konsentrat dan lumpur anoda terbesar berasal dari PT Sebuku Iron Lateritic Ores dengan ekspor konsentrat besi mencapai 1, 76 juta WMT. Namun, realisasi tersebut masih jauh dari kuota izin ekspor konsentrat yang diberikan kepada perusahaan pada 1 Maret 2017 lalu yakni mencapai 6,3 juta WMT.
Selanjutnya, PT Freeport Indonesia telah merealisasi ekspor konsentrat tembaga sebesar 684,33 ribu WMT dari izin ekspor 1,1 juta WMT yang diterbitkan pada 17 Februari 2017.
Kemudian, realisasi ekspor tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara tercatat 450,57 ribu WMT dari izin ekpor 675 ribu WMT.
PT Rusan Sejahtera menyusul dengan ekspor konsentrat besi sebesar 32,41 ribu WMT dari izin 264 ribu WMT.
Berikutnya, PT Kapuas Prima Coal telah mengekspor konsentrat timbal 6,03 ribu WMT dari izin 60 ribu WMT dan ekspor seng 12,54 ribu WMT dari 30 ribu WMT.
Setelah itu, PT Smelting baru mengekspor 1,02 ribu WMT lumpur anoda dari 2,15 ribu WMT izin yang diberikan. Sedangkan PT Sumber Baja Prima belum merealisasikan ekspor konsentrat besi meskipun telah mengantongi izin ekspor sebanyak 65,85 ribu WMT.
Lebih lanjut, dari tujuh perusahaan itu hanya PT Sumber Baja Prima yang telah merampungkan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Sedangkan keenam perusahaan lain, fasilitas smelternya masih dalam proses pembangunan. Bahkan, untuk PT Freeport Indonesia dan PT Smelting, kemajuan pembangunan konstruksi smelter masih nol alias baru sebatas komitmen pembangunan.
(lav)