Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Tugas Waspada Indonesia (SWI) di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat tak mudah tergoda iming-iming keuntungan investasi mata uang virtual
(cryptocurrency), seperti Bitcoin, ethereum, dan lainnya.
Ketua SWI Tongam Tobing mengatakan, investasi mata uang virtual ini menyesatkan lantaran saat ini tak hanya diperdagangkan, tetapi juga berkedok investasi dengan memberikan iming-iming bunga tinggi yang tak masuk akal. Ia mencontohkan, bunga sebesar 1-5 persen per hari yang dijanjikan investasi.
"Kami menghimbau kalau mau berinvestasi kepada yang logis, bukan Bitcoin. Jadi masyarakat jangan ikut ke sana," ujar Tongam, kemarin (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tongam menyebut investasi tersebut juga sesat karena pembeli tidak menerima koin yang dibelinya dan tidak bisa melakukan pemantauan. Penjual hanya melakukan pengumpulan dana pembeli, namun agar penjualannya laris, maka diberi pemanis berupa bunga.
"Padahal tidak begitu seharusnya. Ini menjadi hal yang berbeda," katanya.
Di sisi lain, secara mendasar, mata uang virtual tidak mendapat izin resmi dari pemerintah. Sebab, negara hanya menyatakan bahwa alat pembayaran yang sah dan diakui hanyalah rupiah.
Ia pun menegaskan, instrumen investasi yang digunakan masyarakat, seharusnya juga sesuai dengan apa yang telah diatur pemerintah, misalnya deposito, saham, dan lainnya. "Mereka juga diindikasikan tidak ada izin," tuturnya.
Kendati begitu, Tongam bilang, SWI belum bisa mengambil langkah lebih lanjut, misalnya menghentikan perdagangan dan investasi mata uang virtual. Pasalnya, belum adanya laporan dari masyarakat yang dirugikan dari mata uang virtual ini.
Meski, SWI bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terus melakukan pemantauan dan analisis dari transaksi mata uang virtual. "Kami tunggu masyarakat," ucapnya.
Selain itu, SWI hanya bisa melakukan pemantauan karena kebanyakan transaksi mata uang virtual dilakukan oleh situs-situs dalam jaringan internet dari luar Indonesia. Sementara, penutupan akses web juga tidak bisa dilakukan oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) bila tak adanya analisis yang jelas.
"Karena dia
web base, jadi memang siapapun bisa ke sana. Penutupan web pun harus didasarkan analisis dan dugaan pelanggaran," jelasnya.
Untuk itu, Tongam menghimbau agar masyarakat tak berinvestasi pada mata uang virtual, melainkan pada instrumen-instrumen investasi yang jelas. Pasalnya, investasi dari masyarakat diharapkan dapat memberikan dampak pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara, bukan sekedar iming-iming bunga tinggi.
"Masyarakat kalau mau berinvestasi, janganlah berinvestasi di
virtual money, tetapi investasi di yang legal dan bisa meningkatkan perekonomian Indonesia," pungkasnya.
Sementara, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo kembali menegaskan bahwa mata uang virtual bukan alat pembayaran yang sah, sehingga segala risikonya tak ditanggung oleh hukum yang diatur oleh negara.
"Jadi semua yang mau menggunakan Bitcoin itu ada risikonya ya," kata Agus singkat di Kementerian Keuangan.
(agi)