2018, BKPM Incar Negara-negara 'Ramah' Investasi E-commerce

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 04 Jan 2018 12:41 WIB
BKPM menilai investor di seluruh dunia berani menggelontorkan dana besar untuk e-commerce, sehingga Indonesia tak boleh ketinggalan peluang.
BKPM menilai investor di seluruh dunia berani menggelontorkan dana besar untuk e-commerce, sehingga Indonesia tak boleh ketinggalan peluang. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan fokus menggaet investasi di bidang belanja daring (e-commerce) tahun ini. Menurutnya, saat ini investor di seluruh dunia berani menggelontorkan dana besar untuk e-commerce, sehingga Indonesia tidak boleh ketinggalan peluang.

Apalagi, Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan, sejauh ini aliran dana yang masuk ke sektor e-commerce Indonesia lumayan kencang. Ia mencontohkan, Alibaba Group Holding Ltd asal China telah menyuntikkan US$3 miliar ke Indonesia. Sebanyak US$2 miliar dialirkan ke marketplace Lazada, sedangkan sisanya US$1 miliar disalurkan ke Tokopedia.

Menurutnya, ini membuktikan bahwa pasar e-commerce di Indonesia sangat dilirik oleh investor asing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Momentum investasi e-commerce ini cukup baik. Sekarang, pekerjaan saya adalah untuk mencari-cari investor yang lain,” ujar Thomas ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (3/1).

Meski demikian, ia berharap ada diversifikasi investor e-commerce yang datang ke Indonesia. Sebab menurutnya, sejauh ini penanam modal yang masuk sebagian besar berasal dari China.

Adapun, negara yang diincar olehnya adalah Amerika Serikat dan Jepang yang ia sebut sebagai raksasa yang masih tertidur (sleeping giant).

Dari AS, ia berharap Google, Facebook, dan Amazon bisa menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara dari Jepang, ia berharap ada investasi besar layaknya Softbank yang menyuntikkan modal ke Grab dengan nilai milaran Dolar AS.

“Untuk memanfaatkan momentum itu. Kami akan mencari-cari investor dari kawasan lain, jangan hanya China saja, tapi kami perlu diversifikasi,” ungkap dia.

Sektor e-commerce memiliki risiko tersendiri. Semakin tinggi minat, maka investasi e-commerce berpotensi memiliki nilai tidak wajar di kemudian hari, atau kerap disebut bubble. Namun untuk jangka pendek, investasi e-commerce dalam 18 bulan ke depan belum memiliki sinyal tersebut.

“Ya memang salah satu resiko adalah menjadi bubble, speculative bubble, yang bisa pecah dalam suatu saat, tapi sementara ini belum ada tanda-tanda bahwa trennya mau pecah. Tapi tetap menjadi andalan kita untuk mencapai target investasi,” jelas dia.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di kuartal III mencapai Rp513,2 triliun atau naik 13,18 triliun dibanding capaian tahun sebelumnya Rp453,4 triliun. Angka ini tercatat 75,6 persen dibanding target tahun 2017 sebesar Rp678,8 triliun.

Sementara berdasarkan data Asosiasi E-Commerce Indonesia, nilai transaksi belanja daring tahun 2016 tercatat Rp75,76 triliun dan melibatkan 24,74 juta transaksi. Angka ini berpotensi melejit ke angka Rp1.700 triliun di tahun 2020 mendatang. (lav/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER