Grider Tol Antasari Ambruk, Pemerintah Kaji Sanksi Kontraktor

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 04 Jan 2018 20:26 WIB
Kementerian PUPR mengaku masih membutuhkan waktu untuk memperdalam kajian bentuk sanksi untuk kontraktor Tol Depok-Antasari.
Kementerian PUPR mengaku masih membutuhkan waktu untuk memperdalam kajian bentuk sanksi untuk kontraktor Tol Depok-Antasari. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku masih membutuhkan waktu untuk memperdalam kajian bentuk sanksi yang akan dikenakan kepada kontraktor jalan tol Depok-Antasari (Desari), PT Citra Waspphutowa.

Pemberian sanksi ini terkait ambruknya enam penyambung bantalan tol (grider) di pembangunan jalan tol Desari yang berada di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan pada Selasa kemarin (2/1). Sebab, PUPR melihat, kecelakaan tersebut disebabkan oleh lalainya kontraktor.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, sanksi akan diberikan sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Tentu saja kami punya Permen Nomor 5 tentang SMK3. Itu menjadi acuan," ujar Syarif di kantornya, Kamis (4/1).

Hanya saja, dalam Permen tersebut tidak dijelaskan secara rinci mengenai bentuk sanksi yang bisa dikenakan kepada kontraktor yang lalai saat membangun proyek.

Sebab, dalam Pasal 19 dikatakan bahwa Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi hanya harus bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja apabila tidak menyelenggarakan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaa Umum sesuai dengan Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (RK3K).

"Di Permen kami disebutkan, pokoknya yang diberikan sanksi administrasi. Urusan pidana itu pihak Kepolisian. Kalau dari kami belum ada aturannya untuk sanksi seperti apa," jelasnya.

Kendati begitu, kajian sementara mengenai kelalaian kontraktor dalam pembangunan proyek ini dilihat Syarif terjadi karena tidak adanya pengawas pada kawasan terjadinya kecelakaan. "Berarti ada yang langgar SOP pengawasan karena pengawas juga belum ada di sana," katanya.

Untuk itu, minimal kontraktor akan diberikan sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian atas kelalaian yang ditimbulkan. Adapun ia memperkirakan, secara anggaran, ada kerugian sekitar Rp300 juta dari ambruknya enam grider.

"Kalau satu girder saja Rp50 juta, ya enam girder berarti Rp300 juta. Sedangkan pemerintah paling rugi waktu. Tapi kalau bisa dikejar dan tidak ganggu (jadwal penyelesaian proyek) ya semoga tidak mempengaruhi waktu operasinya," terangnya.


Di sisi lain, dengan maraknya kecelakaan kerja di proyek konstruksi, Syarif bilang, PUPR akan membentuk Komite Nasional Keselamatan Konstruksi (KNKK). Komite ini akan merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pengawas hingga kontraktor untuk menanggulangi hingga mengatasi kecelakaan kerja.

Sayangnya, ia belum ingin menjelaskan lebih rinci mengenai pembentukan komite tersebut. Namun, pembentukan komite tersebut akan melengkapi sejumlah solusi yang tengah dipetakan pemerintah melalui Kementerian PUPR.

"Kami rapat dengan kontraktor pelaksana, pembentukan tim investigasi, penerbitan Surat Edaran Menteri PUPR, hingga pembentukan Komite Nasional Keselamatan Konstruksi (KNKK), dan lain sebagainya," tuturnya. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER