Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) kembali meminta relaksasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait ketentuan penempatan dana investasi ke instrumen surat berharga negara (SBN) bagi perusahaan asuransi jiwa.
Aturan OJK menyebutkan, perusahaan asuransi jiwa harus menempatkan dana investasi ke instrumen SBN sebesar 30 persen dari total dana investasi.
Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim mengungkapkan, porsi dana investasi perusahaan asuransi jiwa secara industri hingga akhir tahun 2017 memang telah melebihi 20 persen, tetapi sayangnya belum mendekati 30 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya kami ingin OJK melihat lagi kondisi ini, sebenarnya industri ingin mengisi portofolio SBN tetapi banyak kendala," ungkap Hendrisman, Senin (8/1).
Salah satunya, kata Hendrisman, instrumen SBN yang tidak mudah didapatkan oleh perusahaan asuransi jiwa. Selain itu, harga SBN pun terbilang tidak murah sehingga perusahaan khawatir imbal hasil (return) tak bisa menutupi harga beli SBN.
"Jadi kami memang mengharapkan pemerintah langsung memberikan SBN ke perusahaan," terang Hendrisman.
Sebetulnya, OJK telah memberikan kemudahan dengan mengizinkan perusahaan asuransi jiwa berinvestasi di surat utang yang diterbitkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggantikan porsi SBN.
"Tapi nyatanya juga tidak mudah didapat oleh perusahaan non BUMN," katanya.
Kendati demikian, secara umum ia melihat porsi investasi di SBN terbilang meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya saja pada tahun 2016 kemarin jumlah dana yang diinvestasi ke instrumen SBN hanya 10 persen dari total investasi.
"Jadi sebenarnya sudah lebih baik, makanya saya pikir masuk akal minta relaksasi lagi," ujar Hendrisman.
Untuk tahun ini, Hendrisman masih pesimis jika dana yang ditempatkan di instrumen SBN bisa mencapai target OJK. Pasalnya, ia memprediksi porsi investasi di SBN hanya akan mendekati 30 persen.
Adapun, Hendrisan belum bisa menyebut total hasil investasi yang diraup industri perusahaan asuransi jiwa dan dana yang diinvestasi sepanjang tahun lalu. Ia mengaku, pihaknya masih mengumpulkan data dari masing-masing perusahaan.
"Tapi untuk portofolio sepertinya masih reksa dana," imbuh Hendrisman.
Untuk tahun ini, ia mengatakan, mayoritas perusahaan asuransi jiwa akan kembali menempatkan dana investasi di instrumen reksa dana karena masih terbilang stabil dibandingkan dengan yang lainnya, misalnya saham.
'Tapi kami saham banyak di saham-saham BUMN, ya jadi agak aman," jelas Hendrisman.
Sementara itu, AAJI mencatat pendapatan premi tahun 2017 tumbuh sekitar 21 persen dari tahun 2016 sebesar Rp167,04 triliun. Artinya, total pendapatan premi tahun 2017 mencapai Rp202,11 triliun.
(lav)