Pemerintah 'Haramkan' Rekrutmen Langsung TKI ke Malaysia

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 10 Jan 2018 12:37 WIB
Pemerintah melarang perusahaan penempatan TKI merekrut langsung pekerja migran sektor informal untuk dikirimkan ke negara penempatan, khususnya Malaysia.
Pemerintah melarang perusahaan penempatan TKI merekrut langsung pekerja migran sektor informal untuk dikirimkan ke negara penempatan, khususnya Malaysia. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan melarang Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) merekrut langsung pekerja migran sektor informal untuk dikirimkan ke negara penempatan Malaysia. Larangan ini sekaligus menolak mentah-mentah program Direct Hiring yang digagas oleh Pemerintah Malaysia.

Berdasarkan berita faksimile dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur Nomor B-01343/KUL, Pemerintah Malaysia akan melaksanakan kebijakan program perekrutan pekerja migran asing secara langsung untuk sektor informal dan diterapkan 1 Januari 2018.

Melalui program ini, pengguna atau majikan dapat berhubungan langsung dengan PPTKIS untuk merekrut calon pekerja migran di sektor informal tanpa kepanjangan tangan agensi/mitra usaha.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya, Sekretaris Jenderal Kemenaker Harry Sudarmanto mengungkapkan, Direct Hiring belum pernah diworo-woro secara resmi oleh Pemerintah Malaysia kepada RI. Padahal, pekerja migran informal yang bekerja di Malaysia paling banyak berasal dari Indonesia.

“Pemerintah Indonesia menyayangkan kebijakan tersebut tidak dikomunikasikan terlebih dahulu secara resmi melalui forum antara Indonesia-Malaysia,” ujarnya, Rabu (10/1).

Menurut Harry, pelaksanaan upaya mewujudkan hak dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak harus tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum, termasuk pemerataan kesempatan kerja dan penyediaannya sesuai kepentingan nasional.

Perlindungan pekerja migran, sambung dia, telah diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagai pengganti UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Penerbitan beleid tersebut merupakan upaya pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia beserta keluarganya.

Adapun, sebagai tindak lanjut atas larangan Direct Hiring, pemerintah menginstruksikan Atase Ketenagakerjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk tidak memberikan layanan terhadap program Direct Hiring untuk pekerja migran sektor informal dari Indonesia.

Lebih lanjut Harry menuturkan, pemerintah mengingatkan Pemerintah Malaysia untuk segera melakukan pertemuan bilateral untuk memperbarui Nota Kesepahaman (MoU) penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia yang habis masa berlakunya pada 31 Mei 2016 lalu.

Dalam pertemuan itu, nantinya kedua negara juga bisa membahas kelanjutan nasib program Direct Hiring.

Menurut Sekretaris utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono latar belakang terbitnya program Direct Hiring tersebut demi memangkas biaya penempatan pekerja migran.

Namun, karena belum ada pembahasan detil kebijakan terkait di antara kedua negara, maka kekhawatirannya adalah tidak sesuai dengan aturan main yang ada di Indonesia. Misalnya, terkait skema perlindungan pekerja migran.

Selain itu, sambung Hermono, kebijakan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penilaian dan Penetapan Mitra Usaha dan Pengguna Perseorangan, serta aturan main lainnya.

Dalam PP 5/2013, pengguna/majikan jika ingin memperkerjakan pekerja migran dari Indonesia sebagai pekerja domestik harus melalui agensi/mitra usaha yang telah terverifikasi oleh pemerintah Indonesia.

"Kami tidak mungkin mengirimkan pekerja migran ke sana (Malaysia) jika bertentangan dengan aturan di sini," tegas Hermono.

Berdasarkan data survei Bank Dunia, jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri mencapai 9 juta pada 2016 lalu, di mana lebih dari separuhnya berada di Malaysia.

Namun, Hermono mengungkapkan, tidak ada yang mengetahui pasti jumlah pekerja migran Indonesia di Malaysia. Pasalnya, sebagian pekerja migran bekerja melalui jalur ilegal yang rentan mengalami konflik karena tidak cocok dengan majikan.

“Kami menggunakan perkiraan angka 2,7 juta hingga 3 juta pekerja migran (yang bekerja di Malaysia), di mana sekitar 50 persennya tidak memiliki dokumen resmi (undocumented),” pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER