Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai harga beras saat ini hanya ‘berkiblat’ pada harga di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta. Padahal, Indonesia memiliki wilayah yang luas untuk dijadikan patokan harga dan stok.
Ketua KPPU M Syarkawi Rauf mengungkapkan, selama ini, harga dan stok beras bergantung pada kondisi PIBC.
"Saya kira, kenapa Indonesia ini yang luas wilayahnya sangat besar hanya bergantung pada referensi harga dan pasokan beras di PIBC," ujarnya di Kantor KPPU, Senin (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, KPPU telah melakukan studi ke Seoul, Korea dan Tokyo, Jepang terkait hal ini. Menurut dia, di Seoul saja terdapat enam pasar induk untuk komoditas pangan di sana.
Selanjutnya, di Tokyo pun memiliki pasar grosir yang besar untuk komoditas pangan strategisnya. Sementara, di Indonesia yang wilayahnya jauh lebih luas hanya mengandalkan PIBC untuk referensi harga beras.
"Seolah-olah kalau beras di PIBC itu turun, misalnya 35 persen, seluruh negeri jadi kekurangan beras, " jelas Syarkawi.
Padahal, mungkin saja masih ada daerah-daerah yang berasnya masih tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga relatif stabil.
Lebih lanjut ia menyarankan, saat ini, Indonesia perlu memiliki referensi harga beras yang baru melalui pasar induk lain, tidak hanya di Cipinang.
Ia berharap, nantinya setiap daerah memiliki pasar induk yang bisa menjadi barometer harga dan ketersedian beras. Sehingga, tiap daerah memiliki referensi harga dan ketersediaan stok sendiri tidak bergantung pada PIBC.
“Mungkin di Jawa Barat satu pasar induk, di Jawa Timur satu pasar induk, di Jawa Tengah satu pasar induk. Kemudian, Sulawesi Selatan satu pasar induk dan juga di Sumatra. Sehingga, ini bisa menjadi referensi harga dan ketersediaan beras," imbuh Syarkawi.
Di sisi lain, KPPU juga berharap ke depannya, Badan Pusat Statistik (BPS) segera menerbitkan data yang lebih kredibel sehingga dapat menjadi rujukan terkait data produksi beras.
"BPS menyebutkan mudah-mudahan bulan Agustus itu akan muncul data produksi menggunakan metode dan estimasi yang lebih baik," terang Syarkawi.
(bir)