Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memberi sinyal merestui program Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang mau membangun rumah dengan uang muka (down payment/DP) nol persen. Dengan catatan, pembiayaan program Anies-Sandi melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Tak cuma itu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo juga mensyaratkan agar program ini dipayungi oleh peraturan daerah (perda). Dengan demikian, program yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu memiliki jaminan dari pemerintah daerah (pemda) yang menjalankan, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Perlu dibikin program dan harus melibatkan APBD. Kalau sudah masuk program, kami tidak keberatan untuk LTV turun, dari 85-90 persen ke yang lebih rendah," ujarnya, di kantornya, Jumat (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaminan yang dimaksud akan menjadi pegangan bagi bank sentral untuk melonggarkan kebijakan makroprudensialnya, yaitu rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) yang diberikan perbankan untuk sektor properti. Saat ini, kebijakan LTV dipatok 85-90 persen. Artinya, uang muka yang harus disetor nasabah sebesar 10-15 persen dari total harga properti.
Selain itu, Agus melanjutkan, pertimbangan pelonggaran uang muka rumah yang lebih rendah bisa diberikan lantaran saat ini BI telah memberi kelonggaran uang muka satu persen bagi program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang digagas pemerintah pusat.
"Boleh DP itu sampai satu persen dan itu prasyaratnya haruslah program yang dilaksanakan oleh pemerintah," imbuhnya.
Kendati begitu, sinyal dari BI rupanya belum benar-benar jelas. Pasalnya, Agus belum menyebut angka rinci mengenai batas pelonggaran LTV tersebut, apakah bisa membuat besaran uang muka hingga menyentuh nol persen, seperti yang diinginkan oleh Anies-Sandi.
Apalagi, Agus mengisyaratkan rasio uang muka harus tetap ada. Sebab, uang muka memberi jaminan bagi perbankan bahwa penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berjalan aman. Kemudian, uang muka juga penting bagi pengembang karena menjadi bantuan bagi aliran kas untuk membangun perumahan.
"Untuk calon debitur, ini menyatakan komitmen untuk membayar DP dan menunjukkan bahwa dia berusaha untuk rumah tersebut tetap dimiliki," terang dia.
Tak hanya itu, sinyal bahwa BI menginginkan agar tetap ada uang muka terlihat dari acuan BI terhadap kebijakan LTV di negara-negara lain. "Kami juga diskusikan di semua negara. Misalnya di Singapura, Hong Kong, India, di mana itu semua minimum DP 10 persen," katanya.
Maksimal Seharga Rp240 Juta Meski belum memberi kepastian terhadap program DP nol rupiah dari Anies-Sandi, BI menyambut baik program Pemprov DKI Jakarta. Sebab, BI melihat kebutuhan rumah murah bagi masyarakat Ibukota sangat besar.
"Penduduk di Jakarta lebih dari 10 juta, cukup banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah, dan itu perlu mendapatkan dukungan, antara lain dengan dibangunkan rumah," tuturnya.
Namun, sekalipun ada program bantuan dari Pemprov, Agus melihat, kisaran harga rumah yang bisa diberikan kepada MBR maksimal Rp240 juta per unit. Sebab, Agus melihat angka ini cocok dengan hitung-hitungannya terhadap kemampuan mencicil MBR yang berpenghasilan di bawah Rp7 juta per bulan.
"Jadi, kalau harga rumahnya Rp240 juta itu, masyarakat dengan penghasilan Rp7 juta dan cicilan 35 persen itu bisa dilayani. Jadi, ini satu hal yang perlu ditindaklanjuti Pemprov, bagaimana caranya untuk ada satu struktur rumah itu bisa harganya Rp240 juta," pungkasnya.
(bir)