BI Kembali Pertahankan Bunga Acuan 4,25 Persen

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jan 2018 18:46 WIB
Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) di angka 4,25 persen pada awal tahun ini.
Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) di angka 4,25 persen pada awal tahun ini. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) di angka 4,25 persen pada awal tahun ini. Suku bunga simpanan (deposit ficility) dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga dipertahankan masing-masing di 3,5 persen dan 5,0 persen.

"Ini berlaku efektif mulai 19 Januari 2018. Hal ini sesuai dengan kondisi makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan," ujar Asisten Gubernur merangkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo, Kamis (18/1).

Dody mengatakan, keputusan ini mempertimbangkan perbaikan ekonomi global yang ditopang oleh kenaikan harga komoditas dunia, terutama harga minyak mentah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BI juga mempertimbangkan tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve yang naik 25 basis poin ke kisaran 1,25-1,5 persen pada Desember 2017.

Di sampung itu, kondisi ekonomi negara-negara lain juga turut menjadi pertimbangan BI. Doddy menyebut, kondisi negara di kawasan Eropa yang diperkirakan akan pulih, Jepang yang melambat, dan China yang turut melambat menjadi pertimbangan BI.

Dari sisi domestik, keputusan BI mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berada di kisaran 5,1 persen pada tahun lalu. Hal ini ditopang oleh kinerja ekspor dan investasi, meski konsumsi rumah tangga belum pulih.

Kedua, tingkat inflasi yang berada di angka 3,61 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada 2017. BI melihat, inflasi didukung oleh kestabilan harga dan koordinasi yang cukup kuat antara BI dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah. Untuk tahun ini, BI memasang target inflasi di angka 3,5 persen plus minus 1,0 persen.

Ketiga, posisi surplus neraca dagang Indonesia yang mencapai US$11,84 miliar pada 2017 atau lebih tinggi dari 2016 sebesar US$8,78 miliar. "Ekspor kami lihat akan tetap positif karena didukung pertumbuhan ekonomi global dan kenaikan harga komoditas," tuturnya.

Keempat, cadangan devisa (cadev) senilai US$130,2 miliar pada akhir 2017. Posisi ini lebih tinggi 11,68 persen dari posisi akhir 2016 senilai US$116,4 miliar.
Cadev ini cukup untuk membiayai 8,6 bulan impor atau 8,4 impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. "Ini merupakan posisi cadev tertinggi dalam sejarah," imbuhnya.

Kelima, nilai tukar (kurs) rupiah di angka Rp13.335 per dolar AS pada akhir 2017. "Rupiah bergerak relatif stabil dengan depresiasi sekitar 0,6 persen. Ini didukung aliran modal asing ke Indonesia," katanya.

Keenam, pertumbuhan kredit sebesar 7,5 persen sampai akhir 2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 8,5 persen. Ketujuh, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 9,8 persen pada tahun lalu.

"BI memperkirakan pertumbuhan kredit dan DPK akan ada di kisaran masing-masing 10-12 persen dan 9-11 persen," pungkasnya.

Dody mengungkapkan, keputusan BI tersebut dianggap masih konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER