Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi kajian koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung di dalam Break Free From Coal Indonesia. LSM tersebut menyebut, sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa harus dibatalkan pembangunannya karena berpotensi merugikan negara sebesar Rp350 triliun.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, seluruh proyek PLTU yang dibangun tentu saja sudah mengantongi studi kelayakan
(feasibility study) terkait proyek tersebut. Apalagi menurutnya, pembangkit-pembangkit ini tentu saja bisa menopang keandalan sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali.
Adapun, beban puncak sistem ketenagalistrikan di Jawa dan Bali sudah mencapai rekor tertinggi di angka 25.414 Megawatt (MW) bulan Oktober lalu. Angka ini terus meningkat sebab menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 hingga 2026, permintaan listrik di Jawa dan Bali bisa mencapai 7,2 persen dalam 10 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tentunya semua proyek pasti memiliki feasibility study. Keandalan listrik dan permintaan di sistem ketenagalistrikan ini tentu sudah dipikirkan secara matang,” ujar Agung kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (19/1).
Dalam kajian LSM tersebut, sembilan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berpotensi membuat cekak kantong negara hingga Rp350 triliun, apabila diteruskan dan mulai beroperasi. Sembilan proyek tersebut, yakni PLTU Jawa 9 dan 10, Jawa 6, Cirebon 2, Tanjung Jati B, Celukan Bawang 2, Jawa 5, Indramayu, Jawa 8, Tanjung Jati A.
Penyerapan listrik diperkirakan tidak optimal mengingat asumsi pertumbuhan ekonomi di dalam RUPTL telah melenceng jauh dari jadwal. Menurut RUPTL, pertumbuhan ekonomi tercatat di angka 7,2 persen. Namun nyatanya, realisasi pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2017 hanya di angak 5,06 persen.
Persoalannya, apabila pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan asumsi awal, maka kantong negara bakal kempes karena tidak terserapnya listrik oleh konsumen.
Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia menyebutkan, apabila RUPTL 2018-2027 tidak berubah alias sama persis dengan sebelumnya, maka surplus listrik mencapai 71 persen pada 2026 nanti.
“Ini bukan hanya angka di atas kertas, tapi ini adalah proyek besar bernilai triliun-an rupiah yang akan terbuang percuma,” tutur dia.
(agi)