ANALISIS

Pelonggaran GWM Tak Ampuh Bikin Aliran Kredit Deras

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jan 2018 08:54 WIB
Kebijakan pelonggaran GWM diperkirakan tak akan banyak berdampak pada pertumbuhan kredit perbankan.
Kebijakan pelonggaran GWM diperkirakan tak akan banyak berdampak pada pertumbuhan kredit perbankan. (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan pelonggaran ketentuan pencadangan kas bank umum dan bank syariah yang disimpan di bank sentral (Giro Wajib Minumum/GWM) guna mendorong pertumbuhan kredit. Kebijakan yang akan menambah likuiditas perbankan tersebut dinilai kurang efektif di tengah kondisi likuiditas perbankan yang cenderung longgar.

Asisten Gubernur merangkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, pelonggaran ini membuat bank bisa lebih leluasa mengelola likuiditas yang dimiliki. Estimasinya, bank bakal punya tambahan likuiditas mencapai Rp20 triliun.

Nah, likuiditas ini bisa digunakan untuk disalurkan ke nasabah untuk menyalurkan kredit. Bank juga bisa menempatkannya ke instrumen surat berharga lainnya di pasar keuangan yang memiliki imbal hasil (return) lebih tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini juga membantu intermediasi perbankan yang lebih baik. Perbankan tidak harus setiap hari memelihara GWM secara ketat," ucap Dody pekan lalu.

Namun, Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, pelonggaran dari BI ini tak berpengaruh signifikan pada perbankan. Pasalnya, kondisi likuiditas perbankan saat ini sebenarnya tidak tertekan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank tahun lalu yang bertumbuh.

Data BI mencatat, DPK hingga November 2017 tumbuh 9,8 persen secara tahunan (year on year/yoy). Suku bunga deposito dan kredit bank juga tercatat mengalami tren penurunan sesuai ketentuan suku bunga acuan BI (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR).

"Ini terlihat pula dari suku bunga bank yang trennya turun sejak akhir tahun lalu. Artinya, dari sisi likuiditas memang masih aman," tutur Josua kepada CNNIndonesia.com.

Di sisi lain, pelonggaran batas pencadangan kas juga tetap di batas waktu dua minggu, meski besarannya dinaikkan. Hal ini membuat tingkat keleluasaan bank untuk mengelola likuiditasnya tak terlalu signifikan pula, termasuk untuk menyalurkan dalam bentuk kredit ke nasabah.

"Rasanya belum (cukup), kalau dorong pertumbuhan kredit," katanya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga melihat, pelonggaran kebijakan ini kurang ampuh dalam mendorong pertumbuhan kredit.

Pasalnya, menurut dia, pertumbuhan kredit bank yang melempem pada tahun lalu, lebih disebabkan minimnya permintaan nasabah. Hingga November 2017, penyaluran kredit perbankan tercatat tumbuh 7,5 persen (yoy). Lambatnya pertumbuhan kredit, menurut Bhima, tak lepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi yang hanya tercatat 5,06 persen pada kuartal III 2017.

Selain itu, menurut dia, perbankan juga masih melakukan upaya bersih-bersih kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Kondisi tersebut pun, menurut Bhima, membuat bank berpikir dua kali untuk menyalurkan kredit.

Di sisi lain, sebenarnya BI juga telah memberi stimulus peningkatan penyaluran kredit bank dengan menurunkan suku bunga acuan. Sayangnya, hingga 7DRRR menyentuh 4,25 persen, penurunan bunga kredit bank belum signifikan dan ikut mendorong pertumbuhan kredit.

Lambatnya penurunan bunga kredit, menurut Bhima, antara lain disebabkan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) bank yang masih tinggi berada di atas 80 persen. “Artinya bank menghadapi masalah struktural yang tidak bisa diselesaikan dengan pelonggaran GWM,” ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com.

Untuk itu, Bhima melihat, perlu beberapa kebijakan yang struktural untuk mengatasi hal ini. BI menurut dia, seharusnya mendorong permintaan kredit dengan merealisasikan wacana kebijakan rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasarkan wilayah (spasial).

"Misalnya menndorong efektivitas LTV spasial atau pelonggaran LTV agar uang muka kredit properti dan kendaraan bisa lebih murah," terangnya.

Ia juga menilai, perlunya insentif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengurangi beban bank dengan menurunkan besaran pungutan mereka. Insentif menurut dia, dapat diberikan berdasarkan pada kemampuan bank menyalurkan kredit ke sektor tertentu, antara lain infrastruktur dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Termasuk dorong konsolidasi bank agar persaingan lebih sehat. Bank jadi tidak berebutan dana murah dengan menaikkan bunga deposito," katanya.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Iman Nugroho Soeko mengatakan, bagi bank spesialis penyalur KPR, pelonggaran ini tak terlalu terasa. Pasalnya, bank tetap mengupayakan untuk menjaga cadangan kas 6,5 persen, meski secara harian sesuai ketentuan semula.

Hanya saja, menurut dia, kebijakan ini membantu, ketika bank tengah menghadapi permintaan kredit yang tinggi dan likuiditas yang agak ketat. "Mungkin bermanfaat pada saat kondisi likuiditas perbankan volatilitasnya tinggi," ucapnya.
Pelonggaran GWM dilakukan dengan menurunkan GWM harian yang wajib dipenuhi bank dan menaikkan GWM rata-rata dua minggu yang harus dipenuhi bank, tanpa mengubah total GWM yang harus dicadangkan bank dari total simpanannya.

Untuk simpanan bank umum konvensional berupa rupiah, batas pencadangan sebesar 6,5 persen dari total simpanan bank. Dari total tersebut, setoran GWM yang semula wajib dijaga secara harian sebesar 5 persen diturunkan menjadi 4 persen. Sementara itu, GWM yang harus dijaga rata-ratanya dalam dua minggu dinaikkan dari 1,5 persen menjadi 2 persen.

Untuk simpanan bank umum konvensional berupa valuta asing (valas), batas pencadangan sebesar 8 persen semula diatur dengan ketentuan seluruhnya disetor secara harian dan tak ada yang disetor per dua minggu. Namun,diubah menjadi 6 persen dipenuhi secara harian dan 2 persen dijaga rata-rata hariannya selama dua minggu.

Lalu, untuk simpanan bank umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), batas pencadangan sebesar 5 persen yang semula seluruhnya wajib dipenuhi secara harian. Kini, diubah menjadi 3 persen dipenuhi secara harian dan 2 persen dipenuhi rata-ratanya dalam dua minggu.

Namun, kebijakan ini baru berlaku untuk bank umum konvensional pada 16 Juli 2018 dan untuk bank syariah berlaku 1 Oktober 2018. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER