Jakarta, CNN Indonesia -- Dua emiten semen kelas kakap yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak menurunkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun ini. Keduanya, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
Indocement menganggarkan belanja modal sebesar Rp1,35 triliun pada 2018 atau turun 20 persen dibandingkan anggaran belanja modal tahun lalu yang mencapai Rp1,7 triliun. Sementara, Semen Indonesia menganggarkan belanja modal tahun ini kurang dari Rp2 triliun. Padahal, tahun lalu, anggaran belanja modalnya berkisar Rp6 triliun-Rp7 triliun.
Direktur Utama Indocement Tunggal Christian Kartawijaya menuturkan, anggaran capex tahun ini rencananya digunakan untuk menambah fasilitas di pabrik dan meneruskan pembangunan beberapa terminal. “Paling besar, biaya digunakan untuk terminal, kan ada penambahan dua terminal,” ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (26/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, dua terminal yang dimaksud berlokasi di Lampung dan Palembang. Pembangunan keduanya dimulai sejak tahun lalu dan ditargetkan rampung tahun ini. Dengan demikian, perusahaan akan memiliki total 7 terminal di dalam negeri.
Christian mengatakan, perusahaan masih akan menggunakan kas internalnya demi memenuhi kebutuhan belanja modal Rp1,35 triliun. "Sejak Heidelberg Cement Group masuk, kami tidak pernah mencari pendanaan dari pasar modal," terang dia.
Apalagi, perusahaan asal Jerman tersebut tidak pernah mengambil 100 persen dividen yang dibagikan. Malah, sebagian dividen diberikan kepada perusahaan untuk ekspansi.
Melengkapi Christian, Sekretaris Perusahaan Indocement Antonius Marcos bilang, dana belanja modal juga akan digunakan untuk modifikasi beberapa pabrik agar lebih efisien, termasuk pemasangan penyaring debu. "Setiap tahun, kami pasang secara bertahap," kata Antonius.
Sementara, Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia Agung Wiharto mengakui, belanja modal tahun ini memang tidak terlalu ekspansif dibanding tahun lalu. Perusahaan cuma akan menyelesaikan pembangunan pabrik pengemasan (packing plan) di Bengkulu dan Maluku.
“Tahun lalu belanja modal tinggi karena ada ekspansi pembangunan pabrik di Rembang dan Indarung. Tahun ini tidak terlalu ekspansif,” tutur Agung.
Adapun, masing-masing
packing plant memakan biaya Rp100 miliar. Itu berarti, dengan dua pabrik pengemasan, berarti perseroan cuma merogoh kocek Rp200 miliar.
Perseroan mengalokasikan dana sekitar Rp1,4 triliun untuk biaya perawatan pabrik dengan kapasitas 35 juta ton. Umumnya, biaya yang dibutuhkan untuk perawatan itu sebesar US$2,5-US$3 per ton.
(bir)