Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menemukan beredar peralatan listrik yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) di pasaran. Padahal, pemberlakukan SNI dilakukan untuk melindungi konsumen.
Berdasarkan pengawasan dan pengujian Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun lalu, dari 57 unit barang sampel di sektor ketenagalistrikan yang diawasi dan diujim hanya 38 unit barang yang sesuai SNI. Sementara itu, 19 unit sisanya tidak sesuai SNI.
Barang yang diuji tersebut terdiri dari tujuh jenis yaitu tusuk kontak, kotak kontak, saklar, kabel listrik, pemutus sirkuit arus bolak balik (MCB), kipas angin, dan lampu swabalast.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Logam, Mesin, dan Elektronika Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Ngadiono mengungkapkan, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap seluruh barang yang beredar di pasaran.
"Kalau tidak sesuai dengan ketentuan, katakan tidak sesuai SNI yang bisa dilihat dari perizinan, kami panggil tokonya. Semua barang kami awasi," ujar Ngadiono saat menghadiri
Coffee Morning Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2018 di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Senin (29/1).
Ngadiono mengungkapkan, kesulitan untuk menekan peredaran barang tak sesuai SNI berasal dari kebanyakan barang yang dijual di toko eceran berasal dari pembelian putus. Lokasi wilayah yang berada di perbatasan dengan negara lain juga mempermudah peredaran barang tak sesuai SNI.
Selain itu, tenaga Kemendag pun terbatas, yaitu hanya 70 orang untuk mengawasi seluruh Indonesia. Oleh karena itu, dalam pengawasan, pihaknya bekerja sama dengan aparat kepolisian.
Ketua Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal (AKLI) Soewarto mengungkapkan, beredarnya peralatan listrik tak sesuai SNI salah satunya disebabkan oleh harganya yang relatif lebih murah dibandingkan peralatan yang sesuai standar.
"Sebagai gambaran, misalnya kabel listrik, beda harganya itu bisa 20 hingga 30 persen (antara kabel listrik SNI dan non -SNI). Kalau tidak SNI, bisa ada pemalsuan ukuran dan konsumen," ujarnya di tempat yang sama.
Oleh karenanya, Soewarto berharap upaya pemberantasan barang tak sesuai SNI terus dilakukan demi keamanan dan keselamatan konsumen. Selain itu, produsen barang yang telah memenuhi ketentuan juga tidak dirugikan oleh persaingan yang tidak sehat.
"Dari kontraktor, kami selalu menggunakan yang SNI, karena setelah kami pasang (peralatan listrik), kami selalu diperiksa kelaikan pekerjaan kami," ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini juga telah menyederhanakan aturan terkait wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang ketenagalistrikan dengan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2018.
Beleid tersebut mencabut dan menggabungkan sepuluh Permen ESDM lama dan satu Kepmen terkait standar wajib untuk Luminer, MCB, Sakklar, Kipas Angin, Tusuk Kontak dan Kotak Kontak, Ballast Elektronik, dan pemutus Sirkuit Arus Sisa (RCCB). Langkah ini sesuai dengan semangat deregulasi pemerintah dan pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi XV yang fokus terhadap Pengembangan Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional.
Selain itu, beleid ini juga memperjelas pengklasifikasian produk peralatan tenaga listrik sehingga lebih mudah dalam pengawasan melalui penambahan kode Ex pada kode pengklasifikasian produk perdagangan atau Harmonized System (HS) peralatan tenaga listrik.
(agi/agi)