Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memastikan, masyarakat bakal keberatan dengan rencana pemerintah yang tengah menyusun formula penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi dengan kecenderungan kenaikan.
Pengurus Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Abdul Basith mengatakan, formulasi baru akan membuat tarif dasar listrik naik, sehingga berpotensi memberatkan masyarakat karena meningkatnya pengeluaran konsumsi.
"Pastinya akan memberatkan dari sisi ekonomi, karena menambah pengeluaran. Meski pemerintah pasti bilang ini hal yang wajar untuk turut menopang listrik di daerah," ujar Abdul kepada
CNNIndonesia.com, Senin (29/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu menurutnya, bila memang ada kenaikan tarif listrik, pemerintah perlu memikirkan kapan waktu yang tepat untuk benar-benar mengerek tarif tersebut. Sebab, dikhawatirkan berdampak besar pada pelemahan daya beli masyarakat atau hal-hal lain seperti inflasi.
Kendati begitu, menurutnya rencana kenaikan tarif listrik ini belum tentu langsung membuat banyak aduan konsumen ke YLKI. Sebab, di tahun lalu saja, aduan keberatan dengan adanya penyesuaian tarif listrik hanya sekitar 4 persen dari 51 aduan yang masuk ke YLKI dari masyarakat mengenai sektor kelistrikan.
Namun, ia menyatakan, hal ini karena belum banyak masyarakat yang sebenarnya keberatan dengan kenaikan listrik, tapi bisa memberikan kritiknya secara substansial kepada lembaga-lembaga perlindungan konsumen.
"Mungkin yang mengadu ke kami tidak banyak secara substansi karena mungkin mereka mengeluh, tapi belum bisa menyampaikan kritiknya secara kritis lewat aduan ke lembaga konsumen," terangnya.
Sementara berdasarkan data YLKI tahun lalu, aduan masyarakat di sektor kelistrikan didominasi oleh aduan seringnya pemadaman listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, yaitu mencapai 38 persen dari total aduan.
"Sisanya soal prosedur tagihan listrik, penggunaan token listrik, dan lainnya," pungkasnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, penyesuaian formula baru tarif listrik akan turut menghitung faktor harga batu bara yang saat ini tengah menanjak.
Saat ini, formula penyesuaian tarif listrik pelanggan non listrik hanya memperhitungkan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP), dan inflasi. Padahal, sumber energi pembangkit listrik terbesar di Indonesia berasal dari batu bara.
"Pasti (akan naik). Nanti harus mencari formulasi baru lagi kalau memang ada faktor yang perlu disesuaikan lagi," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy Noorsaman Someng.
Kendati demikian, Andy belum bisa memastikan berapa besaran kenaikan tarif listrik nanti akan terpengaruh. Pasalnya, hal itu masih dihitung.
(gir/lav)