Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan amandemen aturan main bagi perusahaan penyedia jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) agar bisa menjual Surat Berharga Negara (SBN) Ritel pemerintah.
Aturan yang diubah itu ialah Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peer-to-Peer Lending/P2P Lending) yang diterbitkan sejak Desember 2016.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, lembaga pengawas jasa keuangan akan mengubah POJK itu karena aturan itu belum merestui fintech untuk menjual SBN Ritel pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi akan ada penyesuaian, kan ada regulasi, lalu seiring berjalannya waktu, ada penyesuaian itu kan biasa. Jadi nanti ada tambahan (fintech) sebagai agen penjual SBN pemerintah," ujar Hendrikus, Selasa (30/1).
Selain itu, menurutnya OJK perlu merubah aturan agar lebih meyakinkan masyarakat bahwa fintech telah mendapat restu dari otoritas, sehingga turut membangun kepercayaan dan minat masyarakat untuk membeli SBN Ritel pemerintah melalui fintech.
Dari sisi waktu, Hendrikus bilang, OJK berupaya secepat mungkin untuk menyelesaikan perubahan landasan hukum tersebut. Namun, ia enggan menyebut target waktu tertentu.
Hanya saja, seharusnya perubahan POJK dapat selesai sebelum target waktu penjualan SBN Ritel oleh fintech dari pemerintah, yaitu pada April 2018. "Saya tidak bisa berandai-andai, yang bisa saya sampaikan adalah semangat OJK adalah bekerja sama, berkolaborasi dengan program pemerintah," katanya.
Kendati begitu, ia menyatakan, sekalipun perubahan POJK belum selesai, namun fintech yang telah ditunjuk oleh pemerintah tetap bisa menjual SBN Ritel sesuai dengan arahan pemerintah. Sebab, minimal, fintech tersebut telah memenuhi syarat utama, yaitu telah terdaftar di OJK, sehingga tidak menyalahi aturan.
Syarat lain, fintech yang bisa menjual SBN Ritel ditentukan langsung oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di mana sudah ada dua fintech yang ditunjuk. Salah satunya, PT Investree Radhika Jaya.
Namun, menurutnya, OJK tidak memberikan rekomendasi khusus kepada Kemenkeu dalam menentukan fintech yang bisa menjual SBN Ritel.
"Kami hanya memperlihatkan daftar fintech yang terdaftar saja. Mungkin dari mereka (Kemenkeu) ada pertanyaan, benar tidak ini fintech sudah terdaftar? Jadi kami hanya seperti itu," terangnya.
Sementara, terkait besaran SBN Ritel yang dapat dijual fintech, ia bilang, OJK tidak membatasi. Namun, pemerintah berharap agar besaran SBN Ritel yang dijual fintech bisa terjangkau bagi masyarakat. Sebab, pemerintah dan OJK berharap, keterlibatan fintech bisa membuat inklusi keuangan masyarakat meningkat dan memberikan peran pada perekonomian Indonesia.
"Bahkan mungkin bisa dijual sampai pecahan Rp100 ribu, sehingga masyarakat bisa beli SBN, yang mungkin selama ini minimum pembeliannya sebesar Rp5 juta," katanya.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu berharap, keterlibatan fintech dalam memasarkan SBN Ritel pemerintah dapat menarik minat dari kalangan muda untuk membeli SBN pemerintah.
"Kami harapkan melalui tambahan jenis mitra distribusi ini, dapat menjangkau lebih banyak lagi investor usia muda, seperti usia 18-45 tahun," kata Direktur Surat Utang DJPPR Kemenkeu Lotto Srianita Ginting kepada
CNNIndonesia.com.
(gir)