Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perusahaan pembiayaan (multifinance) berhasil menekan rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming finance/NPF) sampai dibawah 3 persen pada akhir tahun lalu. Padahal, NPF multifinance pada 2016 lalu sempat menembus ke level 3,26 persen.
Statistik Lembaga Pembiayaan yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut NPF multifinance menciut menjadi 2,96 persen pada 2017.
Hal itu dikarenakan industri multifinance melakukan pembiayaan hapus buku hingga Rp14,08 triliun. Pembiayaan hapus buku tersebut melonjak 43,96 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu Rp9,78 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebetulnya, tren penurunan pembiayaan macet memang terus terjadi sejak awal tahun lalu. Pada Januari 2017 lalu, pelaku usaha buru-buru menyeret NPF ke level 3,17 persen. Maklumlah, saat itu ada sekitar 25 multifinance yang mencatat NPF lebih dari 5 persen.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno sebelumnya menyebutkan, perlambatan pertumbuhan pembiayaan yang cenderung stagnan pada 2016 lalu, membuat bilangan pembaginya menjadi lebih kecil.
Alhasil, NPF melambung. Disamping alasan, kemampuan bayar konsumen yang terdampak perlambatan ekonomi.
Adapun, sepanjang tahun lalu, industri multifinance menyalurkan pembiayaan hingga Rp414,8 triliun atau tumbuh 16 persen dibandingkan 2016 lalu, yakni Rp356,1 triliun. Kebanyakan pembiayaan mengalir ke segmen multiguna, pembiayaan investasi dan pembiayaan berkonsep syariah, serta modal kerja.
Dari sisi laba bersih, industri ini mengantongi keuntungan Rp13,2 triliun atau naik 10 persen ketimbang laba bersih tahun lalu, yaitu Rp9,7 triliun.
(bir)