Harga Minyak Tertekan Sentimen Kenaikan Produksi di Iran

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 09 Feb 2018 07:51 WIB
Harga minyak dunia jatuh ke level terendahnya dalam tujuh minggu terakhir pada perdagangan Kamis (8/2), waktu Amerika Serikat (AS).
Harga minyak dunia jatuh ke level terendahnya dalam tujuh minggu terakhir pada perdagangan Kamis (8/2), waktu Amerika Serikat (AS). (REUTERS/Edgar Su).
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia jatuh ke level terendahnya dalam tujuh minggu terakhir pada perdagangan Kamis (8/2), waktu Amerika Serikat (AS).

Hal itu menyusul kekhawatiran membanjirnya pasokan di pasar, setelah Iran mengumumkan bakal meningkatkan produksi mentah mentahnya dan produksi minyak mentah AS yang telah menembus level tertingginya.

Dilansir dari Reuters pada Jumat (9/2), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$00 atau 1,1 persen menjadi US$64,81 per barel, terendah sejak perdagangan 20 Desember 2017.

Kemudian, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) juga turun US$0,64 atau sekitar satu persen menjadi US$61,15 per barel, terendah sejak perdagangan 2 Januari 2018.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua harga acuan jatuh untuk lima hari berturut-turut, penurunan harga terlama untuk harga Brent sejak November 2017 dan WTI sejak April 2017.

Harga minyak berjangka Brent telah merosot 15 persen sejak menyentuh level tertingginya dalam empat tahun terakhir, US$71 per barel, pada akhir Januari lalu.

"Harga minyak masih di bawah tekanan pada perdagangan hari ini seiring dengan tanggapan pelaku pasar terhadap laporan persedian minyak yang mengarah pada penurunan harga kemarin," ujar Analis Energi Senior Interfax Energy's Global Analytics Abhisek Kumar di London.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu (7/2) melaporkan produksi minyak AS pekan lalu naik ke level 10,25 juta barel per hari (bph). Level produksi AS tersebut bakal menyalip produksi Arab Saudi, produsen minyak terbesar Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, telah memangkas produksinya sejak Januari 2017 untuk menekan pasokan minyak global. Namun, pemangkasan ini mampu diimbangi oleh kenaikan produksi minyak Negeri Paman Sam.

Selanjutnya, harga minyak juga ditekan oleh Iran yang mengumumkan bakal menaikkan produksinya selama empat tahun ke depan.

"Warga Iran ingin menaikkan produksi, meskipun ada dugaan kepatuhan mereka terhadap kesepakatan (pemangkasan produksi) OPEC-Rusia. Setiap orang tergoda untuk memproduksi minyak lebih banyak," ujar partner Again Capital LLC John Kilduff di New York.

Pelaku pasar juga menyadari bahwa beroperasinya kembali pipa minyak di Laut Utara telah menambah tekanan pada harga minyak.

Pipa yang dialiri oleh seperempat produksi minyak mentah Laut Utara dan sekitar sepertiga dari produksi minyak mentah offshore untuk Inggris, ditutup untuk kedua kalinya dalam dua bulan terakhir pada Rabu lalu. Hal ini menyusul penutupan katub di fasilitas Skolandia.

"Sekarang semakin jelas bahwa harga minyak di akhir Januari itu terlalu tinggi untuk menjaga pasar tetap seimbang dalam jangka panjang," ujar analis Commerzbank dalam catatannya.

"Hal ini karena produksi minyak AS saat ini naik terlalu tajam sehingga ada risiko terjadinya kelebihan pasokan kembali jika OPEC tidak secara sukarela mengurangi pangsa pasarnya," sambungnya.

Awal pekan ini, EIA memperkirakan produksi minyak mentah AS bakal melonjak ke level rata-rata 10,6 juta bph pada 2018 dan 11,2 juta bph pada 2019, naik dari rata-rata tahun lalu 9,3 juta bph. Hingga kini, rata-rata produksi tahunan tertinggi AS tercatat 9,6 juta bph yang terjadi pada tahun 1970 silam. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER