Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perbankan tanah air tengah bersiap menuju transformasi era sistem pembayaran berteknologi canggih dengan kode matriks dua dimensi (Quick Response/QR Code). Sistem ini disebut-sebut mampu memenuhi kebutuhan nasabah, namun tetap menjaga kantong perbankan tetap tebal.
Para pelaku industri perbankan pun mulai menyiapkan diri membentuk sistem ini dan bergegas mengurus perizinan penyelenggaraan sistem ke Bank Indonesia (BI), selaku regulator sistem pembayaran.
Hal yang memantik keingintahuan berbagai kalangan selanjutnya ialah, akankah QR Code menggantikan sistem pembayaran terdahulu, seperti melalui mesin perekam data elektronik (Electronic Data Capture/EDC) dan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko melihat, QR Code belum akan menggantikan fungsi EDC dan ATM sepenuhnya dalam waktu dekat. Sebab, belum ada regulasi dari BI, sehingga belum bisa diterapkan secara serempak oleh bank.
Regulasi tersebut masih digodok oleh bank sentral bersama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). "Kami masih harus melihat untuk memastikan mau dikeluarkan itu harus diteliti keamanannya dan interprobabilitasnya," ujar Onny beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurutnya, QR Code tak akan sepenuhnya menggantikan peran sistem pembayaran dengan EDC dan ATM karena adanya perbedaan batasan transaksi dari sistem tersebut. "Tidak (akan menggantikan), kan QR Code ada limitnya," imbuhnya.
Dalam perkembangannya, bank sentral juga belum bisa memastikan nilai batas maksimal transaksi yang akan diatur oleh regulator terhadap sistem pembayaran QR Code ini.
Senada, Ketua Umum ASPI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, belum bisa memastikan berapa batasan transaksi dari QR Code. "Saat ini kami belum sampai ke pembahasan bisnis modelnya," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com.
Meski begitu, pelaku bank justru melihat dengan kelebihan yang ditawarkan, QR Code akan lebih digandrungi nasabah dan bisa menggantikan pembayaran yang selama ini kerap menggunakan EDC dan ATM.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI misalnya. Perbankan yang telah mengantongi izin penyelenggaraan sistem pembayaran QR Code ini menilai, sistem baru berteknologi canggih ini memiliki banyak kelebihan.
Senior Executive Vice President (SEVP) Teknologi Informasi BNI Dadang Setiabudi menjelaskan, bagi bank, biaya investasi untuk sistem QR Code jauh lebih murah dibandingkan mesin EDC dan ATM.
"Mungkin bisa (lebih murah) hingga dua sampai tiga kali lipat dibandingkan EDC untuk investasinya," ujar Dadang.
Hal ini membuat anggaran investasi bank untuk layanan nasabah lebih efisien. Pada akhirnya, dana bisa dialihkan ke hal lain, misalnya memberikan kredit kepada nasabah.
Lalu, terhadap gerai (merchant), sistem QR Code lebih murah pula untuk dihadirkan, khususnya bagi merchant yang bersifat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). "Kadang beberapa UMKM masih merasa sulit untuk menghadirkan sistem ini di toko-toko mereka," terangnya.
Sementara untuk nasabah, penggunaan transaksi untuk QR Code lebih mudah digunakan, karena nasabah hanya perlu melakukan pemindaian kode atas produk yang dibeli. "Ini pembayaran yang sederhana, murah, mobile, dan kekinian," imbuhnya.
Untuk itu, dengan berbagai kelebihan, diperkirakan sistem ini bisa mengurangi transaksi dengan mesin EDC dan ATM, bahkan bukan tidak mungkin bisa menjadi alat pengganti secara penuh.
 Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono Bank Indonesia menilai QR Code belum akan menggantikan fungsi EDC dan ATM sepenuhnya dalam waktu dekat. |
Terkait batas nilai transaksi yang bisa dilakukan nasabah pada sistem QR Code, Dadang mengatakan, memang pihak bank saat ini melakukan pembatasan untuk jumlah transaksi per hari yang dapat dilakukan dengan sistem QR Code yang menggunakan aplikasi bertajuk yap! dari BNI.
"Dari sisi aplikasi, yap! dibatasi maksimum nominal per hari untuk transaksi kartu kredit sebesar Rp20 juta, kartu debit Rp10 juta, dan unikqu (dompet elektronik BNI) Rp1 juta," jelasnya.
Hanya saja, batasan ini bisa saja mengalami penyesuaian di masa mendatang, tergantung pada kebutuhan transaksi nasabah. Adapun setelah BNI mendapatkan izin dari BI, BNI menargetkan ada sekitar 10 ribu unduhan aplikasi yap! dari nasabah untuk bertransaksi melalui QR Code ini.
"Kami targetkan ada 10 ribu unduhan pada kuartal I 2018, kalau sampai akhir tahun diharapkan bisa meningkat hingga tiga kali lipat. Sedangkan merchant yang bergabung ada 100 toko," terangnya.
Pemain lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk rupanya juga akan menjajal sistem pembayaran ini. Adapun izin penyelenggaran sistem ini tengah diajukan Bank Mandiri ke BI.
"Kami harapkan kuartal II 2018 sudah bisa pilot project (disertai izin dari BI)," kata SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi.
Berbeda dengan BNI yang telah siap menjalankan sistem pembayaran QR Code, perusahaan pelat merah ini melihat, transaksi QR Code belum sepenuhnya bisa menggantikan EDC dan ATM.
Pasalnya, frekuensi penggunaan EDC dan ATM masih sangat besar oleh nasabah. Selain itu, pembayaran dengan QR Code dirancang dengan batasan nilai transaksi.
Hal ini menyesuaikan dengan e-Cash, dompet elektronik yang dimiliki Bank Mandiri, yang nantinya digunakan untuk pembayaran transaksi QR Code. "Kalau sumber dari UE server base, yaitu e-Cash, maka saldo maksimal hanya Rp1 juta (bagi nasabah yang tidak melakukan registrasi) atau hingga Rp5 juta untuk yang registrasi," jelasnya.
Untuk itu, jumlah transaksi dengan QR Code yang dibayarkan dengan e-Cash terbatas pada jumlah saldo yang ada di e-Cash itu sendiri.
(lav)