Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan segera merevisi aturan mengenai fasiitas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan (tax allowance) untuk mengakomodasi industri manufaktur. Rencananya, perumusan revisi aturan ini bisa diselesaikan akhir bulan ini bersama dengan Kementerian Keuangan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, ada tiga poin utama mengenai revisi aturan tax allowance yang kini tengan diperjuangkan instansinya.
Pertama, Kemenperin ingin agar perusahaan yang sudah berdiri di Indonesia (existing) bisa mendapatkan tax allowance jika nantinya ingin ekspani usaha. Menurut dia, hal ini merupakan salah satu masukan yang didapatkan dari pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin kedua adalah pemberian tax allowance sebesar 200 persen bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi, sementara poin ketiga adalah fasilitas tax allowance sebesar 300 persen bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan riset dan pengembangan (Research and Development/R&D).
Airlangga mengatakan usulan yang disebut belakangan memang tengah dikejar agar investasi padat modal di Indonesia bisa lebih menarik dibanding negara-negara Asia Tenggara.
"(Kelemahan) daya saing Indonesia adalah R&D yang rendah. Kalau R&D ini tidak mengunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ya tentu dikembalikan lagi ke pelaku industri. Seperti yang dibutuhkan di industri pharmaceutical. Jadi iya akan ada (revisi PP)," ungkap Airlangga ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (12/2).
Tak hanya soal tax allowance, Kemenperin juga berharap rumusan insentif fiskal lainnya bisa segera rampung pada waktu yang sama. Yang pertama, lanjut Airlangga, adalah insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk industri otomotif dan pengembangan mobil listrik. Poin selanjutnya, ia berharap Kemenkeu juga bisa mengakomodasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi industri dengan orientasi ekspor.
Menurut Airlangga, selama ini bahan baku industri orientasi ekspor dalam negeri dikenakan PPN namun dikenakan PPN nol persen ketika hasilnya diekspor. Jika memang industri dikenakan PPN, maka pajak itu bisa direstitusi. Hanya saja, pelaku usaha masih keliyengan untuk mendapatkan pengembalian pajak tersebut.
"Itu yang akan dibuat simplifikasi. Kemenkeu yang memikirkan caranya seperti apa agar industri seperti ini tidak terbebani," ungkap pria yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih menunggu daftar permasalahan mengenai tax allowance dan juga fasilitas libur pajak (tax holiday) dari Kemenperin. Sehingga, ia masih belum bisa mengidentifikasi, apakah memang syarat tax allowance yang memberatkan atau justru malah prosesnya yang bikin keblinger.
Meski demikian, ia melihat salah satu permasalahan insentif fiskal yang paling umum adalah perusahaan existing yang ingin menggunakan tax holiday atau allowance untuk ekspansi investasi.
"Mungkin seumpama nantinya kalau perusahaan ini akan melakukan ekspansi, dan ekspansi itu memang memiliki nilai signifikan, maka mereka bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan (fasilitas fiskal)," imbuhnya
Lebih lanjut, ia berharap bahwa identifikasi permasalahan mengenai fasilitas fiskal ini bisa rampung dalam waktu dua pekan. Selain dari Kemenperin, ia akan meminta bantuan dari Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal untuk mengidentifikasi masalah-masalah tersebut.
"Paling tidak kami akan mencari, dari sisi identifikasi apa hambatannya, dari sisi UU apa yang bisa digunakan, dan dari sisi halangan, bagaimana halangan itu diselesaikan," pungkasnya.
Aturan mengenai tax allowance tercantum di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2016 sebagai pengganti PP Nomor 18 Tahun 2015.
Dalam PP Nomor 18 Tahun 2015, pemerintah merevisi sektor penerima tax allowance dengan menambah bidang usaha penerima dari 129 ke 143.
Lalu, di dalam revisi berikutnya, pemerintah menambah sektor padat karya kepada sektor penerima tax allowance, di mana pemotongan PPh badan bersih (netto) dilakukan sebesar 30 persen, yang dilakukan dengan memangkas pajak 5 persen selama enam tahun.
(gir)