Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 30 calon investor dari Australia mengikuti kegiatan temu bisnis dengan puluhan perusahaan
startup dan usaha kecil menengah (UKM) Indonesia. Dari forum tersebut, dihasilkan 23 perjanjian awal
(letter of intent) kerja sama bisnis antara kedua pihak.
Pertemuan itu diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra, Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Sydney dan Atase Perdagangan.
Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Republik Vanuatu Kristiarto Legowo mengatakan, perjanjian awal ini merupakan refleksi dari potensi besar kemitraan dagang dan investasi kedua negara.
"Kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk secara nyata meningkatkan perdagangan dan investasi kedua negara," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (13/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Pemberdayaan Usaha BKPM Pratito Soeharyo mengatakan, program yang dilakukan itu untuk membangun kesepahaman bagi pelaku usaha kedua negara.
"Kalau pengusaha startups Indonesia bisa bermitra dengan investor Australia maka hasil kemitraan tersebut akan sangat positif," katanya.
Menurut Tito, potensi UKM dan
startup di Indonesia sebenarnya cukup besar, namun masih perlu didorong untuk bermitra dengan investor skala besar sehingga dapat meningkatkan skala ekonomi usahanya, terutama dalam jejaring bisnis global.
Pejabat Promosi Investasi Sri Moertiningroem menyebutkan,
startup yang hadir berasal dari beberapa sektor di antaranya, sektor industri, sektor makanan, minuman, dan agribisnis, herbal, dan aromatherapy, perhiasan, craft, aksesori, fesyen, tas, dan jaket kulit.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kepala BKPM Thomas Lembong meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merelaksasi beberapa syarat bagi
startup yang ingin melantai di bursa. Pasalnya, alur keuangan perusahaan startup selama ini dinilai sangat berbeda dengan perusahaan pada umumnya.
Thomas menuturkan, salah satu syarat yang perlu direlaksasi adalah terkait laba. Saat ini, BEI mewajibkan perusahaan harus menorehkan laba dalam dua tahun terakhir agar bisa melakukan
Initial Public Offering (IPO).Namun, kebanyakan perusahaan startup menanggung rugi yang lebih lama, sehingga kesempatan untuk mendulang modal dari pasar modal cenderung tertutup.
"Memang harus ada relaksasi di sistem IPO, sistem pendanaan. Karena memang di era digital syarat-syarat yang berlaku untuk perusahaan industrial, itu beda banget. Misalnya rasio keuntungan usaha atau profit," ujar Thomas.
(lav/bir)