Nyoto, Pelawan Statuter AJB Bumiputera dan 'Kado' Mutasi

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Kamis, 15 Feb 2018 11:05 WIB
Pegawai AJB Bumiputera, Nyoto Dwi Wicaksono berkali-kali di mutasi, bahkan turun jabatan karena melawan manajemen yang dinilai lalai melakukan restrukturisasi.
Sejak 2016 lalu, OJK telah mengambilalih operasional Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dengan menggantikan posisi direksi menjadi pengelola statuter yang dipilih langsung oleh OJK. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nyoto Dwi Wicaksono, pria yang sudah mengabdi di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 puluhan tahun terpaksa menghadiri sidang di kantornya pada 20 April 2017. Ia disidang setelah berdemo dan menyatakan AJB Bumiputera 1912 telah dirampok oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat kegiatan Car Free Day (CFD) 2 April 2017.

Sidang itu dihadiri oleh Kepala Departemen Sumber Daya Manusia (SDM), Kepala Bagian Hubungan Industrial, Kepala Bagian Hukum, dan Staff Hubungan Industrial.

Dari dokumen berita acara yang diterima langsung oleh CNNIndonesia.com, manajemen AJB Bumiputera 1912 meminta Nyoto untuk melakukan klarifikasi atas demo yang ia lakukan pada awal April 2017 di bilangan Bundaran HI, Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertemuan tersebut juga membicarakan gambar meme terkait kemelut di internal AJB Bumiputera 1912 yang tersebar di grup whatsapp. Manajemen khawatir pemilik polis risau dan mempengaruhi operasional AJB Bumiputera 1912.

Tak sampai di sana, ujung dari pertemuan itu digunakan manajemen untuk memberitahu Nyoto terkait pemindahannya dari staf departemen klaim di kantor wilayah, menjadi staf di departemen klaim untuk kantor pusat.

"Pangkat masih sama, jabatan yang berbeda, dari struktural menjadi fungsional," cerita Nyoto kepada CNNIndonesia.com, Selasa malam (14/2).

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Nyoto dimutasi. Pada bulan Maret 2017 manajemen menurunkan jabatan Nyoto menjadi staf di kantor wilayah dari sebelumnya kepala unit administrasi di kantor cabang.

"Pada saat saya masih menjadi kepala unit, saya tergabung dalam tiga grup whatsapp wilayah Jakarta 2. Setiap saya 'bom' dengan info tentang restrukturisasi, grup whatsapp dibubarkan," kata Nyoto.

Tak menyerah, Nyoto pun terus memberikan info mengenai restrukturisasi yang sedang dilakukan oleh AJB Bumiputera ke grup lainnya. Namun, kejadian yang sama berulang, grup itu lagi-lagi dibubarkan.

"Kepala Wilayah ketakutan jika seluruh anggota grup terkontaminasi informasi anti restrukturisasi," sambung Nyoto.


Melihat tingkah laku Nyoto yang tak pernah jera, manajemen pun menurunkan jabatan Nyoto menjadi staff di departemen klaim. Menurut Nyoto, tugas staf di departemen klaim lebih banyak dari tugas sebelumnya saat menjadi kepala unit di kantor cabang.

"Kepindahan di departemen klaim, karena pekerjaan sangat padat. Jadi agar saya tidak aktif menulis di grup whatsapp," ungkap Nyoto.

Nyoto kembali beraksi pada bulan Juli 2017 dengan mengirimkan email melalui milis AJB Bumiputera 1912 yang menyatakan AJB Bumiputera 1912 telah dirampok oleh OJK atau pengelola statuter melalui kerja sama dengan PT Bumiputera Investasi Indonesia Tbk (GREN), eks PT Evergreen Invesco.

"Dirampok mengalihkan aset AJB Bumiputera 1912 tanpa modal sepeserpun," terang Nyoto.

Seperti diketahui, kerja sama itu melahirkan perusahaan baru bernama PT Asuransi Jiwa Bumiputeta (PT AJB). Namun, kini PT AJB berganti nama menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka (Bhinneka Life) usai batalnya kerja sama AJB Bumiputera 1912 dengan Evergreen Invesco awal tahun ini.


Dengan kerja sama itu, AJB Bumiputera 1912 semula ditargetkan mendapatkan dana sebesar Rp2 triliun dari konsorsium beranggotakan beberapa investor, termasuk Erick Thohir. Namun, hingga akhir Januari 2018 dana yang diraih baru berkisar Rp500 miliar.

"Dana yg telah masuk ke AJB Bumiputera 1912 yang katanya dana dari investor, hakekatnya adalah dana yg bersumber dari hasil gadai PT Wisma Bumiputera dan Bandung Bisnis Center," tutur Nyoto.

Email yang dikirimkan ke seluruh anggota milis tersebut berbuah pahit bagi Nyoto. Surat cinta kembali datang di mejanya, bertuliskan surat peringatan pertama dan terakhir dari pengelola statuter bidang SDM dan umum

Email itu dipandang sebagai provokasi, karena mengandung ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Bahkan, OJK melakukan penyelidikan atas sikap Nyoto. Bila terbukti melanggar aturan, ada hukuman yang menanti Nyoto, yaitu penjara minimal dua tahun dan denda minimal Rp5 miliar, atau penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

"Sanksi tersebut hingga saat ini hanya sebagai pepesan kosong saja. Dengan turunnya surat tersebut, perlawanan saya kepada pengelola statuter terhadap proses restrukturisasi semakin panas. Namun hingga saat ini, tidak pernah ada tuntutan hukum apapun terhadap diri saya," papar Nyoto.


Direksi Nonaktif Gaji Buta

Selama ini, Nyoto mengklaim jika direksi nonaktif terlalu patuh dengan setiap keputusan yang diambil oleh pengelola statuter. Mereka seakan tak berani melawan karena OJK telah mengeluarkan peringatan kepada setiap karyawan AJB Bumiputera yang tidak mendukung proses restrukturisasi akan diberikan sanksi pidana.

"Maka dari itu mereka (direksi nonaktif) berdiam diri dan mendeklarasikan tangan dan kaki mereka terbelenggu," tegas Nyoto.

Di sisi lain, direksi non aktif juga masih mendapatkan 50 persen gaji setiap bulannya. Dengan begitu, Nyoto berpendapat tidak ada kerugian bagi direksi nonaktif itu sendiri.

"Toh, dengan diam tapi pundi-pundi tetap mengalir tanpa harus bekerja dan berpikir," ucap Nyoto.

Sejak 2016 lalu, OJK memang telah mengambilalih operasional dengan menggantikan posisi direksi menjadi pengelola statuter yang dipilih langsung secara sepihak oleh OJK.

Namun, bukan membaik, persoalan keuangan AJB Bumiputera 1912 hingga kini belum juga usai. Bahkan, OJK serta pengelola statuter tengah memikirkan untuk penyelamatan AJB Bumiputera jilid 2. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER